Rabu, 10 Juli 2013

Wanita Hamil dan Menyusui yang Tidak Berpuasa, Qadha' atau Fidyah...?!


DARI KITAB JAMI’ AHKAMUN NISAA’

Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang bolehnya wanita hamil / menyusui untuk tidak berpuasa. Apabila keduanya mengkhawatirkan dirinya sendiri maupun janin yang dikandungnya atau anak yang disusuinya. 

Apabila keduanya tidak berpuasa, maka apakah wajib bagi mereka :

1. MengQadha’ puasa
2. Membayar fidyah
3. MengQadha’ puasa dan Membayar fidyah
4. Tidak wajib keduanya


Pada ke-4 macam kemungkinan diatas, ulama berpendapat :
1. Yang berpendapat keduanya wajib membayar fidyah dan mengQadha’, adalah Sufyan, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, sebagaimana dinukil pendapat mereka ini dalam shohih Tirmidzi dalam kitab beliau, At Tuhfah (3/402)

2. Keduanya wajib membayar fidyah, tidak mengQadha’, akan tetapi bila keduanya berkehendak untuk mengQadha’ maka tidak perlu membayar fidyah. Yang berpendapat ini adalah Imam Ishaq, sebagaimana dinukil dari Imam Tirmidzi.

3. Keduanya wajib mengQadha’, tidak membayar fidyah. Yang berpendapat adalah Imam Auza’i, Ats-Tsauri dan Ashabur Ra’yi (pengikut Madzhab Abu Hanifah) sebagaimana dinukil dari mereka oleh Imam Khothobi. Begitu juga dari Hasan, Atho’, An-Nakha’i dan Imam Zuhri.

4. Keduanya tidak perlu mengQadha’ dan tidak perlu fidyah. Yang berpendapat adalah Ibnu Hazm (Al Muhalla’ ; 6/263)


Berikut adalah dalil-dalil dari para Ulama tentang perbedaan tersebut :

1. Dari Ibnu Hazm
Dalam hal ini tidak ada nash/dalil yang jelas yang mewajibkan keduanya untuk mengQadha’ ataupun membayar fidyah. Bahkan Rosulullah bersabda,

“Sesungguhnya Alloh meletakkan / memberi rukhsoh bagi musafir dan wanita hamil dan wanita menyusui dalam hal puasa dan separuh sholat.”

Maka dari hadits tsb menjadi dalil bahwa puasa tidak lagi dibebankan bagi wanita hamil / menyusui serta musafir dan tidak bisa diQiyaskan keduanya (wanita hamil & menyusui) dengan musafir, tidak pula bisa disamakan antara musafir dengan wanita hamil / menyusui, maka tidak bisa dihukumi : wanita hamil harus mengQadha’ puasa, begitu juga wanita menyusui sebagaimana musafir harus mengQadha’.
Dan yang lebih jelas musafir wajib mengQadha’ puasa dengan nash yang jelas yaitu dalam firman Alloh,

“Maka barangsiapa diantara kalian yang sakit atau dalam safar maka hendaknya dia puasa dihari-hari yang lain/qadha’.” ayat jelas, bagi orang sakit dan musafir harus Qadha’.
Adapun wanita hamil & menyusui, mana ayat yang mewajibkan mereka untuk mengQadha’ ???

2. Dalil yang berpendapat wajib mengQadha’ saja tanpa membayar fidyah, mereka mengQiyaskan / menyamakan wanita hamil & menyusui dengan orang sakit dan musafir, dengan hadits yang dijelaskan diatas. Karena kewajiban puasa itu diperuntukkan oleh Alloh untuk orang-orang muslim dalam firmanNya,
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa…”
Maka selama dia masih orang muslim, lalu dia tidak puasa dengan sebab karena ada alasan dan bila alasan itu sudah hilang, maka dia wajib puasa / mengQadha’nya.

3. Dalil yang mengatakan wajib membayar fidyah tanpa mengQadha’nya. Ini berdalilkan ayat yang berbunyi,

“…dan bagi orang-orang yang tidak mampu berpuasa maka hendaklah membayar fidyah berupa makanan untuk orang miskin.”

Mereka mengQiyaskan dengan ayat “orang yang tidak mampu” yaitu :
#orang yang sudah tua renta
#wanita hamil
#wanita menyusui

Catatan :
Adapun yang berpendapat wajib mengQadha’ dan membayar fidyah, saya (muallif) tidak mengetahui adanya dalil baik dari kitab Al Qur’an maupun sunnah Rosulullah bahwa wanita hamil & menyusui diwajibkan keduanya (mengQadha’ & membayar fidyah)

Berkata Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm (2/88)
“Wanita hamil & menyusui jika mampu berpuasa dan tidak khawatir terhadap anaknya, tidak boleh bagi dia tidak berpuasa. Tapi apabila keduanya khawatir terhadap anaknya, maka boleh tidak puasa. Dan hendaklah keduanya memberi shodaqoh dengan membayar fidyah setiap hari dan keduanya hendaklah berpuasa jika sudah aman, tidak ada yang dikhawatirkan lagi.
Ini sama seperti orang sakit, hendaklah keduanya mengQADHA’ PUASA tanpa membayar fidyah jika yang dikhawatirkan adalah DIRINYA SENDIRI, yakni tidak mampu untuk berpuasa. Akan tetapi, jika yang dikhawatirkan adalah ANAKNYA, maka dia harus MEMBAYAR FIDYAH, tidak disamakan dengan orang sakit.”

Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (8/180)
"Para ulama berselisih pendapat tentang wanita hamil & menyusui, jika dia merasa berat untuk berpuasa, boleh bagi dia untuk tidak berpuasa. Tapi jika sudah kuat, mampu untuk berpuasa, hendaklah ia mengQadha’ puasa.”

Berkata Imam Auza’i dan penduduk Kufah
"Hanya mengQadha’, tidak wajib Fidyah.”

Atsar Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhu,
Disampaikan dari Abu Dawud –> Urwah –> Sa’id ibn Zubair –> Ibnu Abbas, bahwasanya ayat yang berbunyi

“…dan orang-orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah.”
beliau menafsirkan, itu adalah rukhsoh untuk orang yang sudah sangat tua yang tidak mampu untuk berpuasa, wajib memberi makan tiap hari pada orang miskin. Dan wanita hamil / menyusui juga jika keduanya khawatir.
Ibnu Abbas memerintahkan budak wanitanya yang hamil untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan, sambil berkata, “Kamu sama kedudukannya seperti orang yang sudah sangat tua yang tidak mampu puasa. Berbukalah, jangan puasa dan berilah makan tiap hari kepada orang miskin.”


Berkata Muallif/penulis kitab, 

Adapun keterangan dari hadits pertama yang kita baca, maksudnya adalah Alloh memberi rukhsoh kepada wanita hamil & menyusui untuk tidak berpuasa ketika keduanya lemah untuk berpuasa, ketika keduanya sudah mampu untuk berpuasa, maka keduanya harus mengQadha' puasa. Seperti pula rukhsoh itu diberikan kepada musafir ketika dalam safarnya. Tapi ketika dia sudah pulang dari safarnya, maka wajib bagi dia mengQadha’ puasanya.
Tidaklah keduanya diperintah untuk membayar fidyah tanpa mengQadha’, maka inilah dalil yang dipakai oleh mereka yang berpendapat wajib MengQadha’ puasa karena dalam hadits tsb jelas menyampaikan bahwa rukhsoh itu diberikan kepada musafir, wanita hamil & menyusui.

DARI KITAB ASY-SYARHUL MUMTI’

Apabila wanita hamil & menyusui tidak berpuasa karena mengkhawatirkan pada dirinya sendiri, maka bagi keduanya hanya wajib mengQadha’ saja. Dan apabila yang dikhawatirkan adalah dirinya sendiri juga anaknya, maka wajib bagi keduanya untuk mengQadha’ puasa dan memberi fidyah kepada orang miskin tiap harinya. Begitulah pendapat dari para Ulama.

Dan dijelaskan bahwa wanita hamil & menyusui boleh (jaiz) tidak berpuasa meskipun keduanya tidak dalam keadaan sakit, disebabkan karena wanita hamil berat baginya puasa karena kehamilannya, apalagi di bulan-bulan terakhir kehamilannya. Begitu pula wanita menyusui jika dia berpuasa kemungkinan akan berkurang ASInya.

Oleh karena itulah, karena rahmat dan kasih sayang Alloh ‘azza wa jalla, maka Alloh memberi rukhsoh bagi keduanya untuk tidak berpuasa, dan keduanya tidak berpuasa kadang-kadang disebabkan oleh :
1. Mengkhawatirkan diri sendiri (mis. lemas, sakit)
2. Mengkhawatirkan anaknya (mis. janin lemah, anak yang disusui sakit)
3. Mengkhawatirkan keduanya.

Maka kewajiban keduanya (wanita hamil & menyusui) adalah mengQadha’ puasa.

Alasannya : karena Alloh mewajibkan puasa bagi semua orang muslim dan Alloh berfirman tentang orang sakit dan musafir,

“....maka hendaklah mengQadha’ puasa di hari-hari lain.”
Padahal keduanya tidak berpuasa karena ada udzur.
Kalau mengQadha’ puasa bagi orang sakit dan musafir yang mereka punya udzur tetapi merupakan kewajiban bagi keduanya, maka apalagi bagi wanita hamil & menyusui yang mereka boleh tidak berpuasa dengan alasan hanya sekedar untuk menjaga stamina tubuh mereka ??? Maka tentunya qadha’ mereka lebih utama !


Adapun yang menghukumi wajib membayar fidyah, ada 3 keadaan :
1. Bahwa yang tidak puasa mengkhawatirkan dirinya sendiri, maka mengQadha’ saja.
2. Yang tidak puasa karena khawatir anaknya, maka jelas MengQadha‘ dan membayar fidyah setiap harinya.

KENAPA ??? disebabkan tidak berpuasa karena demi kemaslahatan selain dirinya, maka wajib membayar fidyah.

Berkata Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhu,

“Firman Alloh "…dan terhadap orang yang tidak mampu berpuasa hendaknya membayar fidyah kepada orang miskin setiap hari...” maksudnya itu adalah rukhsoh yang diberikan untuk orang yang sudah sangat tua, kedua orang tsb TIDAK MAMPU berpuasa, maka keduanya tidak berpuasa dan memberi fidyah setiap hari kepada orang miskin. Begitu pula wanita hamil & menyusui, jika keduanya mengkhawatirkan anaknya.” [Shohih- dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani, HR. Abu Dawud]

3. Jika tidak puasa demi kemaslahatan diri juga anaknya, maka Syaikh ‘Utsaimin diam. Madzhab Jumhur berpendapat mengikuti pendapat ke-1 (mengkhawatirkan diri sendiri).


Kesimpulan


1. Yang menghukumi HANYA WAJIB MEMBAYAR FIDYAH, tidak mengQadha’ puasa, baik itu untuk kemaslahatan diri maupun anaknya, ataupun keduanya, ini adalah pendapat Ibnu Abbas, dalilnya, “…dan terhadap orang-orang yang tidak mampu berpuasa…”

juga hadits, “Sesungguhnya Alloh meletakkan / memberi rukhsoh…” hadits ini shohih dari Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah.

2. Yang menghukumi QADHA’ saja tanpa fidyah, pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh ‘Utsaimin, beliau berkata, “Pendapat ini adalah pendapat yang paling kuat menurut saya, alasannya karena keduanya seperti halnya orang sakit dan musafir, maka wajib bagi keduanya untuk mengQadha’ saja seperti dalam ayat. Adapun yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan diamnya Ibnu Abbas (yakni dalam menjelaskan tentang Qadha’), karena memang sudah jelas harus mengQadha’ puasa bagi wanita hamil & menyusui karena kehamilannya (mengkhawatirkan dirinya sendiri).”
ket : yakni, yang dijelaskan Ibnu Abbas diatas hanyalah berkaitan apabila wanita hamil & menyusui tsb MENGKHAWATIRKAN ANAKNYA.

Adapun hadits yang berbunyi “Sesungguhnya Alloh meletakkan / memberi rukhsoh…”, maksudnya adalah wajibnya mereka mengganti puasa.

Wallahu ta'ala a'lam bish-showwab, wal 'ilmu 'indallah....,



Maroji’ :
1. Kitab Jami’ Ahkamun Nisaa’ ; Syaikh Musthofa Al- Adawy
2. Kitab Asy-Syarhul Mumti’ ; Syaikh Al ‘Utsaimin