tanya :
Ustadz yang saya hormati, saya ingin menanyakan satu permasalahan. Di daerah saya banyak orang yang mengaku mengikuti madzhab Syafi'iyah, dan saya lihat mereka ini sangat fanatik memegangi madzhab tersebut. Sampai-sampai dalam permasalahan batalnya wudhu seseorang yang menyentuh wanita. Mereka sangat berkeras dalam hal ini. Sementara saya mendengar dari ta'lim-ta'lim yang saya ikuti bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu. Saya jadi bingung, Ustadz. Oleh karena itu, saya mohon penjelasan yang gamblang dan rinci mengenai hal ini, dan saya ingin mengetahui fatwa dari kalangan ahlul ilmi tentang permasalahan ini. Atas jawaban ustadz, saya ucapkan Jazakumullahu khairan katsira.
[Abdullah di Salatiga]
jawab :
Dijawab oleh Ustadz Abu Ishaq Muslim
Masalah batal atau tidaknya wudhu seorang laki-laki yang menyentuh wanita memang diperselisihkan di kalangan ahlul ilmi. Ada di antara mereka yang berpendapat membatalkan wudhu seperti Imam Az-Zuhri, Asy-Sya'bi, dan yang lainnya. Akan tetapi pendapat sebagian besar ahlul ilmi, diantaranya Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan ini yang rajih (kuat) dalam permasalahan ini, tidak batal wudhu seseorang yang menyentuh wanita. Wallahu ta'ala a'lam bish showwab.
Syaikh Muqbil rahimahullah pernah ditanya dengan pertanyaan yang serupa dan walhamdulillah beliau memberikan jawaban yang gamblang. Sebagaimana yang saudara harapkan untuk mengetahui fatwa ahlul ilmi tentang permasalahan ini, kami paparkan jawaban Syaikh sebagai jawaban pertanyaan saudara.
Namun, disana ada tambahan penjelasan dari beliau yang insyaAlloh akan memberikan tambahan faidah bagi saudara. Kami nukilkan ucapan beliau dalam Ijabatus Sa'il hal.32-33 yang nash-nya sebagai berikut :
Beliau ditanya , "Apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu, baik itu menyentuh wanita ajnabiyah (bukan mahrom), istrinya, ataupun selainnya?"
Maka beliau menjawab, "Menyentuh wanita ajnabiyah adalah perkara yang haram, dan telah diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani dalam Mu'jamnya dari Ma'qil bin Yasar radhiyallohu 'anhu mengatakan, Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sungguh salah seorang dari kalian ditusuk jarum dari besi di kepalanya lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."
Diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim didalam Shahih keduanya dari Abi Hurairah radhiyallohu 'anhu, bahwa Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Telah ditetapkan bagi anak Adam bagiannya dari zina, senantiasa dia mendapatkan hal itu dan tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah melihat, kedua telinga zinanya adalah mendengarkan, tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah melangkah, dan hati cenderung dan mengangankannya, dan yang membenarkan atau mendustakan semua itu adalah kemaluan."
Maka dari sini diketahui bahwa menyentuh wanita ajnabiyah (bukan mahrom) tanpa keperluan tidak diperbolehkan. Adapun bila ada keperluan seperti seseorang yang menjadi dokter atau wanita itu sendiri adalah dokter, yang tidak didapati dokter lain selain dia, dan untuk suatu kepentingan, maka hal ini tidak mengapa, namun tetap disertai kehati-hatian yang sangat dari fitnah.
"....atau kalian menyentuh wanita." [QS. An-Nisaa' ; 43]
Maka sesungguhnya yang dimaksud menyentuh disini adalah jima', sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallohu 'anhu.
Telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari didalam Shahih-nya dari 'Aisyah radhiyallohu 'anha, "Nabi sholallohu 'alaihi wasallam sholat pada suatu malam, sementara aku tidur melintang didepan beliau. Apabila beliau akan sujud, beliau menyentuh kakiku."
Dan hal ini tidak membatalkan wudhu Nabi sholallohu 'alaihi wasallam.
Orang-orang yang mengatakan bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu, berdalil dengan riwayat yang datang didalam As-Sunan dari hadits Mu'adz bin Jabal radhiyallohu 'anhu, bahwa seseorang mendatangi Nabi sholallohu 'alaihi wasallam dan berkata,
"Wahai Rasulullah, aku telah mencium seorang wanita."
Maka Nabi sholallohu 'alaihi wasallam terdiam sampai Alloh turunkan ayat,
"Dirikanlah sholat pada kedua tepi siang hari dan pada pertengahan malam. Sesungguhnya kebaikan itu dapat menghapuskan kejelekan."
Maka Nabi sholallohu 'alaihi wasallam berkata kepadanya,
"Berdirilah, kemudian wudhu dan sholatlah dua rakaat."
Pertama, hadits ini tidak tsabit (kokoh) karena datang dari jalan 'Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia tidak mendengar hadits ini dari Mu'adz bin Jabal radhiyallohu 'anhu. Ini satu sisi permasalahan.
Kedua, seandainya pun hadits ini kokoh, tidak menjadi dalil bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu, karena bisa jadi orang tersebut dalam keadaan belum berwudhu.
Ini merupakan sejumlah dalil yang menyertai ayat yang mulia bagi orang-orang yang berpendapat membatalkan wudhu, dan engkau telah mengetahui bahwa Ibnu Abbas radhiyallohu 'anhu menafsirkan ayat ini dengan jima'.
Wallahul musta'an.
sumber : majalah ASy-Syariah ed. perdana/1424/2003
Ustadz yang saya hormati, saya ingin menanyakan satu permasalahan. Di daerah saya banyak orang yang mengaku mengikuti madzhab Syafi'iyah, dan saya lihat mereka ini sangat fanatik memegangi madzhab tersebut. Sampai-sampai dalam permasalahan batalnya wudhu seseorang yang menyentuh wanita. Mereka sangat berkeras dalam hal ini. Sementara saya mendengar dari ta'lim-ta'lim yang saya ikuti bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu. Saya jadi bingung, Ustadz. Oleh karena itu, saya mohon penjelasan yang gamblang dan rinci mengenai hal ini, dan saya ingin mengetahui fatwa dari kalangan ahlul ilmi tentang permasalahan ini. Atas jawaban ustadz, saya ucapkan Jazakumullahu khairan katsira.
[Abdullah di Salatiga]
jawab :
Dijawab oleh Ustadz Abu Ishaq Muslim
Masalah batal atau tidaknya wudhu seorang laki-laki yang menyentuh wanita memang diperselisihkan di kalangan ahlul ilmi. Ada di antara mereka yang berpendapat membatalkan wudhu seperti Imam Az-Zuhri, Asy-Sya'bi, dan yang lainnya. Akan tetapi pendapat sebagian besar ahlul ilmi, diantaranya Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan ini yang rajih (kuat) dalam permasalahan ini, tidak batal wudhu seseorang yang menyentuh wanita. Wallahu ta'ala a'lam bish showwab.
Syaikh Muqbil rahimahullah pernah ditanya dengan pertanyaan yang serupa dan walhamdulillah beliau memberikan jawaban yang gamblang. Sebagaimana yang saudara harapkan untuk mengetahui fatwa ahlul ilmi tentang permasalahan ini, kami paparkan jawaban Syaikh sebagai jawaban pertanyaan saudara.
Namun, disana ada tambahan penjelasan dari beliau yang insyaAlloh akan memberikan tambahan faidah bagi saudara. Kami nukilkan ucapan beliau dalam Ijabatus Sa'il hal.32-33 yang nash-nya sebagai berikut :
Beliau ditanya , "Apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu, baik itu menyentuh wanita ajnabiyah (bukan mahrom), istrinya, ataupun selainnya?"
Maka beliau menjawab, "Menyentuh wanita ajnabiyah adalah perkara yang haram, dan telah diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani dalam Mu'jamnya dari Ma'qil bin Yasar radhiyallohu 'anhu mengatakan, Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sungguh salah seorang dari kalian ditusuk jarum dari besi di kepalanya lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."
Diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim didalam Shahih keduanya dari Abi Hurairah radhiyallohu 'anhu, bahwa Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Telah ditetapkan bagi anak Adam bagiannya dari zina, senantiasa dia mendapatkan hal itu dan tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah melihat, kedua telinga zinanya adalah mendengarkan, tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah melangkah, dan hati cenderung dan mengangankannya, dan yang membenarkan atau mendustakan semua itu adalah kemaluan."
Maka dari sini diketahui bahwa menyentuh wanita ajnabiyah (bukan mahrom) tanpa keperluan tidak diperbolehkan. Adapun bila ada keperluan seperti seseorang yang menjadi dokter atau wanita itu sendiri adalah dokter, yang tidak didapati dokter lain selain dia, dan untuk suatu kepentingan, maka hal ini tidak mengapa, namun tetap disertai kehati-hatian yang sangat dari fitnah.
Mengenai masalah membatalkan wudhu atau tidak, maka menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu menurut pendapat yang benar dari perkataan ahlul ilmi.Orang yang berdalil dengan firman Alloh,
"....atau kalian menyentuh wanita." [QS. An-Nisaa' ; 43]
Maka sesungguhnya yang dimaksud menyentuh disini adalah jima', sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas radhiyallohu 'anhu.
Telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari didalam Shahih-nya dari 'Aisyah radhiyallohu 'anha, "Nabi sholallohu 'alaihi wasallam sholat pada suatu malam, sementara aku tidur melintang didepan beliau. Apabila beliau akan sujud, beliau menyentuh kakiku."
Dan hal ini tidak membatalkan wudhu Nabi sholallohu 'alaihi wasallam.
Orang-orang yang mengatakan bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu, berdalil dengan riwayat yang datang didalam As-Sunan dari hadits Mu'adz bin Jabal radhiyallohu 'anhu, bahwa seseorang mendatangi Nabi sholallohu 'alaihi wasallam dan berkata,
"Wahai Rasulullah, aku telah mencium seorang wanita."
Maka Nabi sholallohu 'alaihi wasallam terdiam sampai Alloh turunkan ayat,
"Dirikanlah sholat pada kedua tepi siang hari dan pada pertengahan malam. Sesungguhnya kebaikan itu dapat menghapuskan kejelekan."
Maka Nabi sholallohu 'alaihi wasallam berkata kepadanya,
"Berdirilah, kemudian wudhu dan sholatlah dua rakaat."
Pertama, hadits ini tidak tsabit (kokoh) karena datang dari jalan 'Abdurrahman bin Abi Laila, dan dia tidak mendengar hadits ini dari Mu'adz bin Jabal radhiyallohu 'anhu. Ini satu sisi permasalahan.
Kedua, seandainya pun hadits ini kokoh, tidak menjadi dalil bahwa menyentuh wanita membatalkan wudhu, karena bisa jadi orang tersebut dalam keadaan belum berwudhu.
Ini merupakan sejumlah dalil yang menyertai ayat yang mulia bagi orang-orang yang berpendapat membatalkan wudhu, dan engkau telah mengetahui bahwa Ibnu Abbas radhiyallohu 'anhu menafsirkan ayat ini dengan jima'.
Wallahul musta'an.
sumber : majalah ASy-Syariah ed. perdana/1424/2003