Kamis, 18 September 2014

Obat Hasad, Ujub, dan Riya'

Diantara obat hasad (iri dengki) adalah menyadari bahwa ia merupakan bentuk penentangan terhadap Allah subhanahu wa ta'ala yang dengan hikmahNya telah memberikan kenikmatan terhadap orang yang didengkinya, sebagaimana ucapan seorang penyair berikut ini.

Jika kalian marah karena apa yang dibagikan oleh Allah diantara kita
maka Allah sungguh mengetahui ketika Dia tidak ridha kalian (mendapatkannya)

Selain itu, hasad juga menghadirkan kegundahan, kelelahan hati, dan tersiksanya kalbu dengan sesuatu yang sama sekali tidak bisa merugikan orang yang didengki.



Diantara obat ujub (bangga diri) adalah mengingat bahwa ilmu, pemahaman, cemerlangnya pemikiran, kefasihan, dan berbagai kenikmatan lain yang dimilikinya adalah pemberian dan amanah Allah kepadanya. Ia harus menjaga dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Dzat yang menganugerahinya segala kenikmatan itu Mahakuasa untuk mencabutnya dalam sekejap mata. Hal itu sama sekali tidak sulit bagiNya...

Diantara obat riya' adalah menyadari bahwa seluruh makhluk tidak mampu memberinya manfaat yang tidak dikehendaki oleh Allah. Mereka semua juga tidak bisa menimpakan madharat yang tidak ditakdirkan oleh Allah untuknya. Oleh karena itu, dia tidak menggugurkan amalnya, membahayakan agamanya, dan menyibukkan jiwanya dengan mencari perhatian para makhluk yang hakikatnya tidak bisa memberi manfaat atau madharat kepadanya. Di sisi lain, dia juga menyadari bahwa Allah akan menuntut tanggung jawab atas niatnya dan keburukan batinnya.


[Diringkas dari Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim fi Adabil 'Alim wal Muta'allim, Ibnu Jamaah al-Kinani rahimahullah, Darul Kutub al-Ilmiyyah, hlm. 25-26]




sumber ; Majalah Asy-Syariah no.68/1432H/2011

Rabu, 17 September 2014

Bahaya Ponsel di Tangan Anak

Dulu, benda satu ini dianggap sebuah barang mewah dan bergengsi. Namun siapa sangka belakangan ini berubah menjadi bak kacang goreng, dijual murah dan laris manis di berbagai kalangan. Siapapun bisa menikmatinya.

Sekarang handphone (HP) atau telepon genggam atau telepon seluler (ponsel), benar-benar berada dalam genggaman siapa saja. Tak hanya kalangan pebisnis kelas tinggi, pedagang kakilima pun berponsel. Tak cuma yang berpenampilan necis dan parlente, yang berkoteka di pedalaman pun kini bisa akrab dengan handphone. Yang lebih parah lagi, anak-anak pun sekarang diasuh oleh ponsel. Padahal nyata-nyata banyak akibat negatif yang ditimbulkannya.