Diantara obat hasad (iri dengki) adalah menyadari bahwa ia merupakan bentuk penentangan terhadap Allah subhanahu wa ta'ala yang dengan hikmahNya telah memberikan kenikmatan terhadap orang yang didengkinya, sebagaimana ucapan seorang penyair berikut ini.
Diantara obat riya' adalah menyadari bahwa seluruh makhluk tidak mampu memberinya manfaat yang tidak dikehendaki oleh Allah. Mereka semua juga tidak bisa menimpakan madharat yang tidak ditakdirkan oleh Allah untuknya. Oleh karena itu, dia tidak menggugurkan amalnya, membahayakan agamanya, dan menyibukkan jiwanya dengan mencari perhatian para makhluk yang hakikatnya tidak bisa memberi manfaat atau madharat kepadanya. Di sisi lain, dia juga menyadari bahwa Allah akan menuntut tanggung jawab atas niatnya dan keburukan batinnya.
Jika kalian marah karena apa yang dibagikan oleh Allah diantara kita
maka Allah sungguh mengetahui ketika Dia tidak ridha kalian (mendapatkannya)
Selain itu, hasad juga menghadirkan kegundahan, kelelahan hati, dan tersiksanya kalbu dengan sesuatu yang sama sekali tidak bisa merugikan orang yang didengki.
Diantara obat ujub (bangga diri) adalah mengingat bahwa ilmu, pemahaman, cemerlangnya pemikiran, kefasihan, dan berbagai kenikmatan lain yang dimilikinya adalah pemberian dan amanah Allah kepadanya. Ia harus menjaga dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Dzat yang menganugerahinya segala kenikmatan itu Mahakuasa untuk mencabutnya dalam sekejap mata. Hal itu sama sekali tidak sulit bagiNya...
Diantara obat riya' adalah menyadari bahwa seluruh makhluk tidak mampu memberinya manfaat yang tidak dikehendaki oleh Allah. Mereka semua juga tidak bisa menimpakan madharat yang tidak ditakdirkan oleh Allah untuknya. Oleh karena itu, dia tidak menggugurkan amalnya, membahayakan agamanya, dan menyibukkan jiwanya dengan mencari perhatian para makhluk yang hakikatnya tidak bisa memberi manfaat atau madharat kepadanya. Di sisi lain, dia juga menyadari bahwa Allah akan menuntut tanggung jawab atas niatnya dan keburukan batinnya.
[Diringkas dari Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim fi Adabil 'Alim wal Muta'allim, Ibnu Jamaah al-Kinani rahimahullah, Darul Kutub al-Ilmiyyah, hlm. 25-26]
sumber ; Majalah Asy-Syariah no.68/1432H/2011