Tampilkan postingan dengan label Mutiara Salaf. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mutiara Salaf. Tampilkan semua postingan

Senin, 06 Juli 2015

Pentingnya Adab dan Akhlaq yang Baik

Sesungguhnya perilaku yang baik merupakan salah satu akhlaq agung yang dimiliki para Nabi. Akhlaq ini akan memakaikan baju kewibawaan dan kemuliaan kepada pemiliknya, serta akan menghiasinya dengan keteguhan dan ketenangan.




Ibnu Muflih rahimahullah berkata : "Dahulu majelis (Al-Imam) Ahmad dihadiri sekitar 5000 orang atau lebih. Yang menulis kurang dari 500 orang. Adapun sisanya, belajar adab dan samt yang baik dari beliau."

Rabu, 24 Juni 2015

Dimana Qalbu mu?



"Carilah qalbumu di tiga tempat; ketika mendengarkan Al-Qur'an, dalam majelis dzikir (ilmu), dan di saat-saat menyendiri bersama Allah 'azza wa jalla. Seandainya engkau tidak mendapatkannya di tempat-tempat ini, maka mintalah kepada Allah untuk mengkaruniakan qalbu kepadamu, karena engkau sudah tidak memilikinya."
[Ibnul Qayyim rahimahullah, Al-Fawaid]




sumber bacaan: majalah Tashfiyah ed.39/1435H/2014

Rabu, 10 Juni 2015

Wasiat Imam Syafi'i menjelang Wafatnya Beliau

"Bertaqwalah kepada Allah. Gambarkanlah akhirat dalam qalbumu, dan jadikanlah kematian antara kedua matamu. Janganlah lupa bahwa engkau akan berdiri di hadapan-Nya kelak. Takutlah kepada-Nya, jauhilah segala hal yang Dia haramkan, dan laksanakanlah yang Dia wajibkan. Hendaknya engkau bersama Allah (merasa selalu diawasi oleh-Nya) di manapun engkau berada.




Minggu, 03 Mei 2015

Keadaan Seorang Mukmin



Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,
"Manusia terdiri dari tiga golongan: mukmin, kafir, dan munafik.

Minggu, 22 Maret 2015

Hakikat Cinta kepada Allah

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata,
"Ketahuilah, engkau tidak dianggap mencintai Rabbmu hingga engkau mencintai ketaatan kepada-Nya."

Dzun Nun rahimahullah ditanya, "Kapankah aku dikatakan mencintai Rabbku?" Beliau menjawab, "Seseorang dianggap mencintai Allah apabila ia bersabar terhadap hal-hal yang dibenci-Nya."

Yahya bin Mu'adz rahimahullah berkata,
"Orang yang mengaku mencintai Allah, tetapi tidak menjaga batasan-batasanNya, bukanlah orang yang jujur."



[Jami'ul 'Ulum wal Hikam, hlm.104, cet. Darul 'Aqidah]

Kamis, 12 Februari 2015

Yakin Mati....., tapi Tidak Bersiap ?!


Hamid Al-Qaishary rahimahullah mengatakan,



Kita semua yakin akan datangnya kematian, tetapi kita tidak bersiap-siap untuk menghadapinya

Kita semua yakin dengan adanya surga, tetapi kita tidak beramal untuk mendapatkannya

Kita semua yakin dengan neraka, tetapi kita tidak merasa takut darinya

Lalu dengan sebab apa kalian bergembira?

Lalu apa yang kalian tunggu?

KEMATIAN?

Ketahuilah, itu adalah awal ketetapan Alloh yang mendatangi kalian dengan kebaikan atau kejelekan

Wahai saudaraku, berjalanlah menuju Alloh dengan segala kebaikan




[Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah]

Jumat, 21 November 2014

Panjang Angan

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu mengatakan,




"Hanyalah dua hal yang aku takutkan atas kalian ; panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu. Sesungguhnya panjang angan-angan akan membuat lupa akhirat. Adapun mengikuti hawa nafsu maka akan menghalangi dari kebaikan. Sungguh dunia telah berpaling pergi, sementara akhirat datang semakin dekat. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak. Maka jadilah anak-anak akhirat, dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sungguh hari ini adalah hari beramal, tidak ada perhitungan amal. Adapun besok adalah hari perhitungan amal, bukan beramal."
[riwayat Ahmad dalam kitab Az Zuhd]




majalah Tashfiyah ed.41/1435H/2014

Selasa, 28 Oktober 2014

Azab-Ku Sangat Pedih !



Wabah ganas yang menjangkiti adalah sikap meremehkan nikmat Allah. Padahal, tidaklah hamba melainkan dalam liputan nikmat-Nya. Setelah berbagai anugerah dan karunia-Nya tersebut dinikmati seorang hamba, ia justru bosan. Dan, berharap lainnya yang digambarkan lebih baik oleh akal dangkalnya.

Sementara, Allah dengan rahmat dan kasih sayang-Nya tetap melimpahkan nikmat tersebut kepada-Nya. Allah mengampuni dan memberikan udzur karena kebodohan hamba. Sampai pada titik ketika si hamba merasa sempit dan membenci nikmat tersebut, Allah akan benar-benar mencabut nikmat-Nya.

Perhatikanlah !!! Betapa jiwa ini telah terjangkiti. Berapa banyak nikmat Allah yang kita remehkan? Setiap saat Allah curahkan nikmat-Nya kepada kita. Namun, jiwa yang rakus ini tetap saja sempit. Berkhayal dan berharap yang lainnya. Setiap Allah kabulkan, padahal kita sangat sombong tidak meminta kepada-Nya, jiwa tidak pernah puas. Terus berharap yang lebih dan lebih.

Wahai jiwa ! Kapankah syukurmu? Padahal, sampai detik ini Allah masih mengasihimu, masih memberikan nikmat-Nya kepadamu. Allah masih mengampuni segala kebodohanmu. Tidakkah engkau malu kepada-Nya terhadap dirimu yang rendah?

Sebelum terlambat. Sebelum menjadi penyesalan, sadarkanlah diri. Ingat dan hargailah nikmat-nikmat-Nya. Kemudian syukuri.
Atau, segala nikmat itu akan hilang, berganti azab yang menjelang. Na'udzubillahi min dzalik!
[Al-Fawaid; Ibnul Qayyim rahimahullah]




sumber : majalah Tashfiyah ed.29/1434H/2013

Kamis, 18 September 2014

Obat Hasad, Ujub, dan Riya'

Diantara obat hasad (iri dengki) adalah menyadari bahwa ia merupakan bentuk penentangan terhadap Allah subhanahu wa ta'ala yang dengan hikmahNya telah memberikan kenikmatan terhadap orang yang didengkinya, sebagaimana ucapan seorang penyair berikut ini.

Jika kalian marah karena apa yang dibagikan oleh Allah diantara kita
maka Allah sungguh mengetahui ketika Dia tidak ridha kalian (mendapatkannya)

Selain itu, hasad juga menghadirkan kegundahan, kelelahan hati, dan tersiksanya kalbu dengan sesuatu yang sama sekali tidak bisa merugikan orang yang didengki.



Diantara obat ujub (bangga diri) adalah mengingat bahwa ilmu, pemahaman, cemerlangnya pemikiran, kefasihan, dan berbagai kenikmatan lain yang dimilikinya adalah pemberian dan amanah Allah kepadanya. Ia harus menjaga dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Dzat yang menganugerahinya segala kenikmatan itu Mahakuasa untuk mencabutnya dalam sekejap mata. Hal itu sama sekali tidak sulit bagiNya...

Diantara obat riya' adalah menyadari bahwa seluruh makhluk tidak mampu memberinya manfaat yang tidak dikehendaki oleh Allah. Mereka semua juga tidak bisa menimpakan madharat yang tidak ditakdirkan oleh Allah untuknya. Oleh karena itu, dia tidak menggugurkan amalnya, membahayakan agamanya, dan menyibukkan jiwanya dengan mencari perhatian para makhluk yang hakikatnya tidak bisa memberi manfaat atau madharat kepadanya. Di sisi lain, dia juga menyadari bahwa Allah akan menuntut tanggung jawab atas niatnya dan keburukan batinnya.


[Diringkas dari Tadzkiratus Sami' wal Mutakallim fi Adabil 'Alim wal Muta'allim, Ibnu Jamaah al-Kinani rahimahullah, Darul Kutub al-Ilmiyyah, hlm. 25-26]




sumber ; Majalah Asy-Syariah no.68/1432H/2011

Senin, 25 Agustus 2014

Tingkatan Tawakkal



Ibnu Abi ad-Dunya mengatakan, "Sampai kepadaku kabar bahwa sebagian orang bijak berkata,
'Tawakkal itu ada tingkatan. Yang pertama ialah tidak mengeluh; yang kedua ialah ridha; dan yang ketiga adalah cinta.
Tidak mengeluh itu derajat kesabaran. Ridha adalah tenangnya hati terhadap apa yang ditentukan oleh Allah subhanahu wa ta'ala, dan ini lebih tinggi daripada yang pertama. Cinta artinya dia senang terhadap perlakuan Allah terhadap dirinya.
Yang pertama adalah derajat orang-orang zuhud, yang kedua adalah derajat orang-orang yang shadiqin (jujur), sedangkan yang ketiga adalah derajat para Rasul."
[Jami' al-'Ulum wal Hikam hlm.596]



sumber : majalah Asy-Syariah no.84/1433H/2012

Senin, 21 Juli 2014

Mengingat Empat Kengerian


Hatim al-Asham rahimahullah mengatakan,
"Siapa yang qalbunya tidak pernah mengingat empat kengerian ini, berarti dia adalah orang yang terperdaya dan tidak aman dari kecelakaan;

(1) Saat yaumul mitsaq (hari saat diambilnya perjanjian terhadap ruh manusia) ketika Alloh berfirman,

'Mereka di surga dan Aku tidak peduli, sedangkan mereka (yang lain) di neraka dan Aku tidak peduli' ; dia tidak tahu, dirinya termasuk golongan yang mana.

(2) Saat dia diciptakan dalam tiga kegelapan (di dalam rahim), ketika malaikat diseru (untuk mencatat) kebahagiaan atau kesengsaraan (seseorang) ; dia tidak tahu apakah dirinya termasuk orang yang sengsara atau bahagia.


(3) Hari ditampakkannya amalan (saat sakaratul maut) ; dia tidak tahu, apakah dia diberi kabar gembira dengan keridhaan Alloh atau kemurkaanNya.


(4) Hari ketika manusia dibangkitkan dalam keadaan yang berbeda-beda ; dia tidak tahu jalan mana yang akan ia tempuh di antara dua jalan yang ada."


[Jami'ul Ulum wal Hikam hlm.81]



sumber : majalah Asy-Syariah no.85/1433/2012

Kamis, 06 Maret 2014

Ambillah 5 Perkara


Ali bin Abi Thalib radhiyallohu 'anhu mengatakan :

"Ada lima perkara, ambillah kelima perkara itu dariku,
1. Janganlah ada seseorang yang berharap, kecuali kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
2. Jangan ada yang dia takuti, kecuali dosanya.
3. Janganlah seorang alim enggan mempelajari apa yang tidak ia ketahui.
4. Apabila seorang diantara kalian ditanya tentang perkara yang tidak diketahui, katakanlah "aku tidak tahu".
5. Kedudukan sabar pada keimanan sebagaimana kedudukan kepala pada jasad.

[dikutip dari Adabud Dunya wad Din]


sumber : majalah Qudwah ed.13/1435 H/2013

Jumat, 21 Juni 2013

Membenci yang Baik

".....Padahal, barangkali kalian membenci sesuatu padahal hal itu baik bagi kalian dan barangkali kalian menyukai sesuatu padahal hal itu buruk bagi kalian. Dan Alloh mengetahui sedang kalian tidak mengetahui." [QS. Al-Baqarah ; 216]

Mayoritas kebaikan bagi manusia ada pada perkara yang mereka benci. Sebagaimana, mayoritas kemudharatan bagi mereka ada pada perkara yang mereka cintai. Hal ini tidak lain karena keterbatasan manusia yang diciptakan secara asal 'zhaluman jahula', sangat zalim lagi sangat bodoh. Ya, manusia diciptakan sangat bodoh hingga terkadang tidak mengetahui mana yang bermanfaat bagi dirinya.




Selasa, 16 April 2013

Petikan Nasehat dari Ibnul Qoyyim

Setiap hamba memiliki Rabb yang pasti akan ia temui. Ia juga memiliki suatu tempat tinggal yang kelak pasti akan ia tempati. Maka, hendaknya ia jadikan Rabbnya ridha kepadanya sebelum ia menemui-Nya. Seyogyanya ia makmurkan tempat tinggal itu sebelum ia berpindah dan menempatinya.

Menyia-nyiakan waktu lebih buruk daripada kematian. Karena menyia-nyiakan waktu berarti telah memutusmu dari Allah dan negeri akhirat. Sementara kematian hanya memutusmu dari dunia dan penduduknya.





Dunia semenjak awal hingga akhirnya tidak sebanding dengan kesedihan yang sesaat. Lalu bagaimana kiranya dengan kesedihan yang kekal selama-lamanya.


Apa saja yang kita cintai dari dunia ini, kelak akan berubah menjadi suatu hal yang kita benci. Dan apa yang kita benci dari dunia ini, kelak akan berubah menjadi suatu hal yang kita cintai.


Sebuah keuntungan terbesar didunia adalah ketika engkau mampu menyibukkan dirimu dengan hal-hal yang paling bermanfaat untuk jiwamu di hari kemudian.


Bagaimana dikatakan seseorang berakal, sementara ia tukar surga beserta kenikmatan yang ada didalamnya dengan pelampiasan syahwat sesaat.

Seorang yang arif, ketika ia meninggalkan dunia, ia rasakan dirinya masih saja kurang dalam melakukan dua perkara : menangisi diri sendiri sebab dosa yang dilakukan, dan memuji Allah sebab rahmat-Nya yang begitu luas.

Maka takutlah dari murka-Nya, dan berharaplah terhadap rahmat-Nya. Jika kita takut kepada manusia, kita akan selalu khawatir dan berusaha lari darinya.

Akan tetapi, jika kita takut kepada Allah, kita akan merasa tenteram dengan-Nya dan terus berusaha mendekat kepada-Nya. Yaitu, dengan ilmu yang membuahkan keikhlasan dalam beramal shalih dan berbagai ketaatan.

Seandainya ilmu itu dapat bermanfaat dengan tanpa adanya amal, pasti Allah tidak akan mencela Ahlul Kitab yang tidak mengamalkan ilmu mereka. Dan seandainya amal itu bermanfaat dengan tanpa ikhlas, pasti Alloh tidak akan mencela kaum munafik yang beramal tanpa keikhlasan.


Bersamaan dengan itu, jauhilah berbagai dosa dan kemaksiatan. Maka lawanlah apa yang terbersit dalam qolbumu ; berupa keinginan melakukan perbuatan dosa. Karena kalau tidak, ia akan menjadi syahwat. Lawanlah syahwat tersebut. Karena kalau tidak, ia akan berubah menjadi kebulatan tekad. Lawanlah kebulatan tekad itu, karena kalau tidak, ia akan berubah menjadi tindakan nyata.


[Al Fawaid hal 33-34, karya Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah]



sumber : majalah Tashfiyah edisi 23/1434 H/2013

Selasa, 09 April 2013

Aneh, Sungguh Aneh....,

Sungguh sangat aneh, engkau telah mengenal-Nya, tetapi engkau tidak mencintai-Nya. Engkau telah mendengar seruan utusan-Nya, kemudian engkau tidak menyambutnya. Engkaupun tahu betapa agung nilai keuntungan dalam bermuamalah dengan-Nya, namun justru engkau pilih selain-Nya. Engkau juga telah mengetahui besarnya kemurkaan-Nya, tapi engkau malah menyepelekan tanpa khawatir terhadap murka-Nya.

Sabtu, 15 September 2012

Adil Terhadap Rabbul 'Alamin

Beruntunglah orang yang bersikap adil kepada Rabb-nya 'azza wa jalla.

Ia selalu menilai bahwa Rabb-nya senantiasa berbuat baik kepadanya. Jika Allah menghukumnya, dia pun meyakininya sebagai keadilan Allah terhadap dirinya yang melakukan dosa-dosa. Sedang jika Allah tidak menghukumnya, ia pun merasa betapa Allah Maha Pengampun lagi Maha Pemurah.

Hamba yang berbahagia ini akan merasa bahwa amalan shalih yang dia lakukan hanyalah merupakan karunia dari Allah. Allah-lah yang memberinya taufik untuk mengerjakan amalan tersebut. Dia merasa bahwa kekuatan, kesempatan, dan ilmu yang dia gunakan untuk beramal hanyalah dari Allah. Lantas, jika Allah membalasinya dengan pahala dan ganjaran, itu pun karunia semata dari Allah. Takkan terbersit dalam hatinya rasa 'ujub, apalagi merasa dirinya besar dan sombong.



Jika amalannya jelek pun, hamba ini merasa bahwa hal ini dikarenakan Allah meninggalkannya dan tidak menjaganya. Sebab itu, hamba ini pun merasa butuh terhadap Allah. Dia sadar akan kezaliman dirinya yang telah menyebabkan Allah menjauh darinya. Dia pun akan mengerahkan tenaganya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak akan merasa Allah tidak adil dengan tidak memberinya taufik untuk beramal shalih.

Inti dari permasalahan ini adalah, ia selalu berbaik sangka kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Sebaliknya, ia melihat dirinya selalu dipenuhi dengan sikap mengurangi hak-hak Allah. Dengan ini, dia pun selalu memperbaiki dirinya dan mendekakan diri kepada Rabb-nya. Dialah hamba yang berbahagia.



Al-Fawaid, Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah.
Majalah Tashfiyah edisi 09/2011 M