Dibolehkan bagi wanita untuk keluar dari rumah untuk sholat bersama laki-laki di Masjid. Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah sholat dirumah lebih besar pahalanya bagi wanita.
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Janganlah kalian larang wanita untuk keluar ke Masjid, dan rumah mereka itu lebih baik bagi mereka." [HR. Ahmad dan Abu Dawud]
Maka tetapnya wanita didalam rumah dan sholat mereka didalam rumahnya lebih utama/baik karena lebih tertutup. Dan apabila mereka keluar untuk sholat di Masjid, maka wajib bagi mereka (wanita) untuk mematuhi adab-adabnya :
1. Hendaklah wanita menutup seluruh auratnya dengan baju dan hijab yang sempurna. Berdasarkan perkataan 'Aisyah radhiyallohu 'anha,
"Para wanita dahulu sholat bersama Rasulullah, kemudian mereka berlalu pulang dalam keadaan tertutup seluruh tubuh mereka dengan kain seperti selimut tebal dari kepala hingga kaki, yang mana mereka tidak dikenali karena gelap gulita." [Muttafaqun'alaih]
2. Hendaklah keluar dalam keadaan tidak memakai minyak wangi, berdasarkan sabda Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam,
"Jangan kalian larang wanita-wanita untuk datang ke Masjid dan hendaklah mereka keluar dalam keadaan tanpa memakai parfum." [HR. Ahmad dan Abu Dawud]
Berkata Imam Asy-Syaukani [Nailul Authar, 3/140-141],
"Dalam hadits diatas dipakai dalil bahwa bolehnya wanita keluar ke Masjid dengan syarat jika tidak menimbulkan fitnah, dan salah satu hal yang bisa menimbulkan fitnah adalah dupa, termasuk juga parfum. Dan dipahami juga dari hadits diatas bahwa izin diberikan bagi wanita oleh laki-laki untuk keluar ke Masjid dengan syarat apabila keluarnya mereka ke Masjid tidak menimbulkan fitnah baik dengan minyak wangi, perhiasan, dll."
3. Hendaklah jangan keluar ke Masjid dalam keadaan berhias, baik di bajunya atau memakai perhiasan.
Berkata 'Aisyah radhiyallohu 'anha,
"Andaikata Rasulullah melihat wanita-wanita sekarang (seperti yang kita lihat) pasti beliau akan melarang mereka ke Masjid. Sebagaimana Bani Isroil melarang kaum wanitanya." [Muttafaqun'alaih]
Berkata Asy-Syaukani [Nailul Authar], menjelaskan perkataan 'Aisyah radhiyallohu 'anha diatas,
"Yakni mereka (kaum wanita) datang ke Masjid dengan memakai pakaian yang indah-indah, penuh dengan perhiasan, memakai minyak wangi., berhias dan juga tabarruj (berdandan). Padahal dahulu pada masa hidup Rasulullah, kaum wanita keluar ke Masjid dalam keadaan mereka memakai pakaian dan bahkan hijab yang sempurna, tebal, tertutup seluruh tubuhnya dari kepala hingga kaki."
Berkata Ibnul Jauzi [Ahkamun Nisa' hal.39],
"Seharusnya kaum wanita berhati-hati ketika keluar ke Masjid. Janganlah mereka hanya memperhatikan keselamatan dirinya saja sedangkan ia tidak peduli dengan keselamatan orang lain, khususnya laki-laki. Jika wanita keluar dalam keadaan dhoruri (tentunya dengan izin suami), hendaklah cara keluarnya dalam keadaan sangat sederhana, yakni menutup seluruh auratnya dengan sempurna, tidak berhias dan hendaklah ia memilih jalan yang sepi, jangan jalan yang ramai sehingga disana ada ikhtilat. Hendaklah ia menjaga suaranya, hati-hati dalam berbicara kepada laki-laki yang bukan mahromnya, dan hendaklah dia berjalan di pinggir, bukan di tengah keramaian."
4. Jika wanita yang sholat berjamaah ini 1 orang (sebagai makmum), maka dia harus berdiri di belakang imamnya yang laki-laki. Ini berdasarkan hadits Anas ketika Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam sholat dirumah beliau.
Anas berkata,
"Saya dan anak yatim berdiri di belakang Rasulullah, lalu wanita tua berdiri di belakang kami." [HR. Al-Jama'ah kecuali Ibnu Majah]
Dan dari Abu Hurairah radhiyallohu 'anhu, Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang didepan dan sejelek-jelek shaf laki-laki adalah yang di belakang. Dan sebaik-baik shaf wanita adalah yang di belakang dan sejelek-jelek shaf wanita adalah yang didepan." [HR. Al-Jama'ah kecuali Bukhari]
Maka dari 2 hadits diatas, dijadikan dalil bahwa shaf wanita berada di belakang shaf laki-laki dan tidak boleh wanita sholat berpencar-pencar, terpisah-pisah jika mereka sholat berjamaah (yakni seharusnya membentuk shaf yang rapat).
5. Jika Imam lupa dalam sholat, maka cara wanita mengingatkan imam adalah dengan Tashfiq, yakni memukul punggung telapak tangan yang satu dengan yang lainnya, berdasarkan sabda Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam,
"Apabila kalian mengingatkan Imam dalam sholat, maka hendaklah ia ber-tashfiq."
Ini menunjukkan bolehnya bagi wanita melakukan gerakan tashfiq dalam sholat ketika hendak mengingatkan Imam yang lupa.
Hal itu dikarenakan suara wanita bisa menjadi fitnah (cobaan) bagi laki-laki, maka mereka diperintah untuk tashfiq, bukan dengan berbicara.
6. Jika Imam selesai salam dalam sholat, hendaklah wanita cepat-cepat keluar dari Masjid dan segera pulang ke rumah. Adapun laki-laki, masih tetap duduk di Masjid agar mereka tidak berbarengan dengan kepulangan wanita.
Hal ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiyallohu 'anha,
"Sesungguhnya kaum wanita, mereka dahulu apabila Imam selesai sholat dan membaca salam, maka kaum wanita segera berdiri untuk pulang. Adapun Rasulullah dan kaum laki-laki masih tetap duduk di Masjid sampai waktunya pulang. Apabila Rasulullah berdiri, maka berdiri pula kaum laki-laki." [HR. Bukhari]
Berkata Az-Zuhri, "Kami berpendapat -wallahu a'lam-, hal itu dilakukan oleh kaum laki-laki agar mereka tidak berbarengan dan berpapasan dengan kaum wanita."
Berkata Asy-Syaukani [Nailul Authar, 2/326],
"Dari hadits diatas menunjukkan bahwa disukai bagi Imam sholat untuk memperhatikan keadaan makmumnya dan hendaklah Imam menjaga dan berhati-hati, serta menjauhi tempat-tempat atau faktor-faktor terjadinya fitnah dalam jamaah makmumnya. Dimakruhkan ikhtilat-nya laki-laki dan wanita di jalan (menuju dan pulang dari Masjid)."
7. Keluarnya wanita untuk sholat Ied.
Dari Ummu 'Athiyyah radhiyallohu 'anha,
"Kami diperintah oleh Rasulullah untuk keluar pada sholat Iedul Fitri dan Iedul Adha, semua wanita baik dalam keadaan suci maupun yang haidh, wanita merdeka dan gadis pingitan. Adapun wanita-wanita yang haidh, maka hendaklah menjauhi tempat sholat dan hendaknya mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Muslimin." [HR. Al-Jama'ah]
Berkata Asy-Syaukani [Nailul Authar, 3/306],
"Dalam hadits diatas dipahami bahwa disyariatkan bagi wanita untuk keluar ke tanah lapang pada 2 hari raya, yakni Iedul Fitri dan Iedul Adha, tanpa membedakan baik dia itu gadis atau janda, tua maupun muda, bahkan wanita dalam keadaan haidh dengan syarat selama mereka tidak dalam keadaan 'iddah atau selama tidak menimbulkan fitnah atau karena udzur-udzur yang lain."
Berkata Syaikhul Islam [Al-Majmu', 6/458-459],
"Telah dipahami bahwa kaum wanita mukminat, sholat mereka didalam rumah lebih afdhol, lebih utama bagi mereka daripada sholat jumat maupun sholat berjamaah di Masjid, kecuali pada waktu 'Ied, maka mereka kaum wanita diperintah untuk keluar dari rumah. Kemungkinannya -Allahu a'lam- disebabkan hal-hal sbb :
# Karena sholat 'Ied dilaksanakan setahun hanya 2x, berbeda dengan sholat jum'at dan sholat jama'ah
# Bahwa sholat 'Ied tidak ada penggantinya
# Bahwa keluarnya mereka ke tanah lapang untuk sholat 'Ied dalam rangka dzikrullah, mengingat Alloh, dan melaksanakan ibadah. Hal ini menyerupai Haji dan pada waktu Haji disana berkumpul menjadi satu seluruh jamaah Haji, baik laki-laki maupun wanita."
Berkata Ibnul Jauzi [Ahkamun Nisa'],
"Saya berpendapat bahwa sungguh telah jelas bagi kita bahwa keluarnya wanita untuk sholat berjamaah hukumnya mubah/boleh. Akan tetapi jika dikhawatirkan terjadi fitnah bagi wanita atau mereka (wanita) yang menyebabkan fitnah bagi laki-laki, maka melarang mereka untuk keluar sholat itu lebih afdhol dikarenakan wanita-wanita dahulu pada masa awal-awal kejayaan Islam tidak sama dengan wanita pada zaman ini, yakni wanita dahulu begitu menjaga diri, begitu juga dengan laki-lakinya."
Yakni, mereka (wanita) dahulu dalam keadaan sangat waro'. Maka dari keterangan diatas, ketahuilah wahai wanita, bahwa keluarmu untuk sholat 'Ied itu masmukh (dibolehkan oleh syariat), akan tetapi dengan syarat Iltizam, yakni menutup aurat dengan sempurna dan disertai niat untuk mendekatkan diri kepada Alloh dan tidak boleh dengan niat memamerkan wajah, perhiasan yang indah-indah, yang bisa menimbulkan fitnah, padahal mestinya sholat 'Ied itu adalah untuk beribadah kepada Alloh.
Allahua'lam bish-showwab.
-dirangkum dari kitab Jami' Ahkamun Nisa' karya Syaikh Mustafa Al-Adawi-