tanya :
Apakah membatalkan puasa seseorang yang melakukan masturbasi hingga mengeluarkan air mani?!
[Ismail]
jawab :
oleh Al-Ustadz Abu Abdillah As-Sarbini Al-Makassari
Perlu diketahui bahwa masturbasi hingga ejakulasi (istimna') dengan bantuan tangan sendiri atau dengan bantuan alat hukumnya haram atas laki-laki dan wanita, baik sedang berpuasa atau tidak.
Demikian pula halnya istimna' yang dilakukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh lainnya dari istri atau budak wanita yang dimiliki, ataupun bercumbu dengannya, berpelukan dan semisalnya, dengan maksud mencapai ejakulasi untuk memuaskan syahwat saat sedang berpuasa hukumnya haram, karena hal ini termasuk mengumbar nafsu syahwat yang terlarang saat berpuasa. Begitu pula hukumnya atas wanita yang melakukannya dengan suami atau budak wanita dengan tuannya saat dia sedang berpuasa.
Guru kami, Al-Imam Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i rahimahullah berkata dalam Ijabatus Sa'il (hal.174),
"Jika seorang lelaki bermesraan dengan istrinya (bercumbu dan berpelukan) untuk memuaskan syahwatnya dengan ejakulasi di luar farji istri, maka dia berdosa dengan itu. Sebab Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam telah bersabda dalam hadits qudsi yang diriwayatkannya dari Rabbnya,
"Orang yang berpuasa meninggalkan makanannya, minuman, dan syahwatnya karena Aku." [Muttafaqun'alaih dari Abu Hurairah radhiyallohu 'anhu]
Jika dia melakukan hal itu dalam keadaan jahil (tidak tahu hukum), maka ketika dia mengetahui hukumnya hendaklah bertaubat kepada Alloh. Jika dia bermesraan dengan istrinya dalam keadaan mengerti hukum bahwa boleh baginya bermesraan dengan istrinya selain jima' (bersetubuh), lalu dia mencapai ejakulasi, sementara dirinya tidak bermaksud untuk itu, maka dia tidak berdosa."
Hal ini membatalkan puasa, seperti halnya ejakulasi yang dicapai dengan jima' (bersetubuh) yang merupakan pembatal puasa, berdasarkan nash Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Hal ini dikuatkan dengan hadits qudsi diatas bahwa orang yang berpuasa menahan diri dari makanan, minuman, dan syahwat yang merupakan pembatal-pembatal puasa. Sementara ejakulasi merupakan syahwat, dengan dalil sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasallam,
"Pada kemaluan setiap kalian ada shodaqoh." Para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya dan dia mendapat pahala dengannya?" Rasulullah bersabda, "Tahukah kalian, kalau dia meletakkannya dalam perkara yang haram, apakah dia berdosa karenanya? Demikian pula halnya jika dia meletakkannya dalam perkara yang halal, maka dia mendapat pahala karenanya." [HR. Muslim dari Abu Dzar radhiyallohu 'anhu]
Tentu saja ejakulasi saat orgasme (puncak kenikmatan syahwat) adalah syahwat yang terlarang saat berpuasa dan membatalkan puasa, dengan cara apapun seseorang mencapainya. Meskipun memang benar bahwa jima' (bersetubuh) itu sendiri membatalkan puasa, walaupun tanpa ejakulasi.
Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i, dan Ahmad. Pendapat ini dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fatawa (25/224), Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti' (6/386-388) dan difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da'imah yang diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baaz dalam Fatawa Al-Lajnah (10/259-260) rahimahullah.
Inilah yang nampak bagi kami dalam permasalahan ini. Sangat sulit dibenarkan bahwa halal-halal saja bagi orang yang berpuasa untuk melampiaskan syahwatnya dengan ejakulasi selain jima', padahal hal itu jelas-jelas merupakan pemuasan syahwat yang semakna dengan ejakulasi yang dicapai dengan jima'.
Kesimpulannya, jika hal itu sengaja dilakukan dalam keadaan mengerti hukum, maka pelakunya berdosa dan puasanya batal. Wajib atasnya untuk bertaubat kepada Alloh dan tidak disyariatkan baginya untuk meng-qadha (mengganti) puasa yang batal itu di luar bulan Ramadhan, menurut pendapat yang rajih. Karena yang rajih tidak disyariatkan bagi yang meninggalkan puasa atau membatalkan puasanya secara sengaja untuk meng-qadha dan tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fatawa (25/225-226) dan guru kami, Asy-Syaikh Muqbil dalam Ijabatus Sa'il (hal.175).
Adapun masalah kaffarah, maka ejakulasi dengan selain jima' tidak ada kaffarahnya, menurut pendapat yang rajih. Seluruh ulama yang kami sebutkan diatas sepakat dalam hal ini. Sebab dalil kaffarah hanya datang pada masalah jima'/atas orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan dengan jima'. Dan hal ini tidak bisa disamakan dengan ejakulasi tanpa jima', karena jima' urusannya lebih keras.
Keterangan ini untuk puasa wajib. Adapun puasa sunnah, maka boleh bagi seseorang untuk membatalkannya kapan saja dia mau dengan melakukan pembatal-pembatal puasa yang ada tanpa konsekuensi dosa. Namun ulama mengatakan bahwa tidak sepantasnya membatalkannya tanpa tujuan yang mengandung maslahat.
Wal 'ilmu 'indallah.
sumber : majalah Asy-Syariah no.57/1431/2010
Apakah membatalkan puasa seseorang yang melakukan masturbasi hingga mengeluarkan air mani?!
[Ismail]
jawab :
oleh Al-Ustadz Abu Abdillah As-Sarbini Al-Makassari
Perlu diketahui bahwa masturbasi hingga ejakulasi (istimna') dengan bantuan tangan sendiri atau dengan bantuan alat hukumnya haram atas laki-laki dan wanita, baik sedang berpuasa atau tidak.
Demikian pula halnya istimna' yang dilakukan dengan bantuan tangan/anggota tubuh lainnya dari istri atau budak wanita yang dimiliki, ataupun bercumbu dengannya, berpelukan dan semisalnya, dengan maksud mencapai ejakulasi untuk memuaskan syahwat saat sedang berpuasa hukumnya haram, karena hal ini termasuk mengumbar nafsu syahwat yang terlarang saat berpuasa. Begitu pula hukumnya atas wanita yang melakukannya dengan suami atau budak wanita dengan tuannya saat dia sedang berpuasa.
Guru kami, Al-Imam Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i rahimahullah berkata dalam Ijabatus Sa'il (hal.174),
"Jika seorang lelaki bermesraan dengan istrinya (bercumbu dan berpelukan) untuk memuaskan syahwatnya dengan ejakulasi di luar farji istri, maka dia berdosa dengan itu. Sebab Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam telah bersabda dalam hadits qudsi yang diriwayatkannya dari Rabbnya,
"Orang yang berpuasa meninggalkan makanannya, minuman, dan syahwatnya karena Aku." [Muttafaqun'alaih dari Abu Hurairah radhiyallohu 'anhu]
Jika dia melakukan hal itu dalam keadaan jahil (tidak tahu hukum), maka ketika dia mengetahui hukumnya hendaklah bertaubat kepada Alloh. Jika dia bermesraan dengan istrinya dalam keadaan mengerti hukum bahwa boleh baginya bermesraan dengan istrinya selain jima' (bersetubuh), lalu dia mencapai ejakulasi, sementara dirinya tidak bermaksud untuk itu, maka dia tidak berdosa."
Hal ini membatalkan puasa, seperti halnya ejakulasi yang dicapai dengan jima' (bersetubuh) yang merupakan pembatal puasa, berdasarkan nash Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Hal ini dikuatkan dengan hadits qudsi diatas bahwa orang yang berpuasa menahan diri dari makanan, minuman, dan syahwat yang merupakan pembatal-pembatal puasa. Sementara ejakulasi merupakan syahwat, dengan dalil sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasallam,
"Pada kemaluan setiap kalian ada shodaqoh." Para shahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya dan dia mendapat pahala dengannya?" Rasulullah bersabda, "Tahukah kalian, kalau dia meletakkannya dalam perkara yang haram, apakah dia berdosa karenanya? Demikian pula halnya jika dia meletakkannya dalam perkara yang halal, maka dia mendapat pahala karenanya." [HR. Muslim dari Abu Dzar radhiyallohu 'anhu]
Tentu saja ejakulasi saat orgasme (puncak kenikmatan syahwat) adalah syahwat yang terlarang saat berpuasa dan membatalkan puasa, dengan cara apapun seseorang mencapainya. Meskipun memang benar bahwa jima' (bersetubuh) itu sendiri membatalkan puasa, walaupun tanpa ejakulasi.
Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i, dan Ahmad. Pendapat ini dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fatawa (25/224), Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti' (6/386-388) dan difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da'imah yang diketuai oleh Asy-Syaikh Ibnu Baaz dalam Fatawa Al-Lajnah (10/259-260) rahimahullah.
Inilah yang nampak bagi kami dalam permasalahan ini. Sangat sulit dibenarkan bahwa halal-halal saja bagi orang yang berpuasa untuk melampiaskan syahwatnya dengan ejakulasi selain jima', padahal hal itu jelas-jelas merupakan pemuasan syahwat yang semakna dengan ejakulasi yang dicapai dengan jima'.
Kesimpulannya, jika hal itu sengaja dilakukan dalam keadaan mengerti hukum, maka pelakunya berdosa dan puasanya batal. Wajib atasnya untuk bertaubat kepada Alloh dan tidak disyariatkan baginya untuk meng-qadha (mengganti) puasa yang batal itu di luar bulan Ramadhan, menurut pendapat yang rajih. Karena yang rajih tidak disyariatkan bagi yang meninggalkan puasa atau membatalkan puasanya secara sengaja untuk meng-qadha dan tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah dalam Majmu' Al-Fatawa (25/225-226) dan guru kami, Asy-Syaikh Muqbil dalam Ijabatus Sa'il (hal.175).
Adapun masalah kaffarah, maka ejakulasi dengan selain jima' tidak ada kaffarahnya, menurut pendapat yang rajih. Seluruh ulama yang kami sebutkan diatas sepakat dalam hal ini. Sebab dalil kaffarah hanya datang pada masalah jima'/atas orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan dengan jima'. Dan hal ini tidak bisa disamakan dengan ejakulasi tanpa jima', karena jima' urusannya lebih keras.
Keterangan ini untuk puasa wajib. Adapun puasa sunnah, maka boleh bagi seseorang untuk membatalkannya kapan saja dia mau dengan melakukan pembatal-pembatal puasa yang ada tanpa konsekuensi dosa. Namun ulama mengatakan bahwa tidak sepantasnya membatalkannya tanpa tujuan yang mengandung maslahat.
Wal 'ilmu 'indallah.
sumber : majalah Asy-Syariah no.57/1431/2010