Senin, 30 Desember 2013

Tanya Jawab Seputar Haidh

Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjawab beberapa permasalahan seputar haidh dalam Majmu' Fatawa wa Rasa'il beliau. Berikut ini kami bawakan beberapa di antaranya.




tanya :

Apa hukum cairan kuning yang keluar dari kemaluan wanita dua hari sebelum datang haidh-nya?



jawab :
Apabila cairan kuning itu keluar sebelum datangnya haidh maka sama sekali tidak dianggap, berdasarkan ucapan Ummu 'Athiyyah radhiyallohu 'anha :
"Kami dulunya sama sekali tidak memperdulikan cairan kuning dan keruh." [HR. Bukhari]

dalam riwayat Abu Dawud :

"Kami dulunya sama sekali tidak memperdulikan cairan kuning dan keruh (yang keluar dari kemaluan) setelah suci."

Maka bila cairan kuning tersebut keluarnya sebelum haidh dan terpisah dari haidh, maka ia bukanlah haidh. Adapun bila si wanita tahu bahwa cairan kuning tersebut merupakan pendahuluan bagi haidh-nya, maka si wanita meninggalkan sholatnya (yakni dihukumi haidh) sampai ia suci.

[Majmu' Fatawa wa Rasa'il, II/280]



0ooo0

tanya :
Apa hukum mencuci rambut (keramas) bagi wanita haidh, karena sebagian orang mengatakan tidak boleh?

jawab :
Tidak apa-apa wanita haidh mencuci rambutnya. Tidak benar ucapan orang yang melarangnya, bahkan wanita haidh boleh mencuci rambutnya dan memandikan tubuhnya.
[Majmu' Fatawa wa Rasa'il, II/288]


0ooo0

tanya :
Ada seorang wanita yang kebiasaan haidh-nya enam hari. Namun kemudian hari-hari haidh-nya itu bertambah dari kebiasaannya. Bagaimana hukumnya?

jawab :
Bila kebiasaan haidh si wanita adalah enam hari, kemudian suatu ketika bertambah/lebih dari enam hari, menjadi sembilan atau sepuluh hari atau sebelas hari misalnya, maka ia tidak boleh mengerjakan sholat sampai ia suci dari darah haidh-nya. Karena dulunya Nabi sholallohu 'alaihi wasallam tidak memberikan batasan tertentu lamanya haidh yang dialami wanita.
Allah ta'ala berfirman,
"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh, maka katakanlah, 'Haidh itu adalah kotoran/najis'." [QS. Al-Baqarah; 222]

Dengan demikian, selama darah haidh itu masih ada, maka si wanita tetap dihukumi haidh/belum suci sampai ia benar-benar suci, yang dengan itu ia mandi dan boleh mengerjakan sholat. Bila di bulan berikutnya masa haidh-nya kurang dari bulan yang lalu maka ia mandi apabila telah suci, walaupun lama haidh-nya tidak seperti bulan sebelumnya.

Yang penting, bila darah haidh keluar dari seorang wanita maka ia tidak sholat, sama saja apakah masanya sesuai dengan kebiasaannya yang telah lalu, bertambah ataupun berkurang. Jika ia telah suci, tidak tampak darah haidh bersamanya, maka ia sholat (setelah mandi haidh).
[Majmu' Fatawa wa Rasa'il, II/277]


0ooo0

tanya :
Ada seorang wanita yang datang kebiasaan bulanannya. Beberapa waktu kemudian ia suci dan mandi. Setelah mengerjakan sholat selama sembilan hari (yakni sembilan hari kemudian), keluar lagi darahnya sehingga ia sampai meninggalkan sholat selama tiga hari. Setelahnya ia suci selama sebelas hari dan mengerjakan sholat. Setelah itu datang lagi kebiasaan bulanannya pada hari-hari yang memang biasa datang. Yang menjadi pertanyaan, apakah ia harus mengganti sholat yang ia tinggalkan selama tiga hari tersebut, ataukah ia menganggap dirinya haidh di waktu tersebut?

jawab :
Yang namanya haidh, kapan ia datang berarti haidh, baik lebih lama waktunya dengan haidh sebelumnya ataupun lebih singkat. Bila ia haidh dan kemudian suci, namun setelah lima atau enam hari ataupun sepuluh hari datang lagi kebiasaan bulanannya untuk kali yang kedua, maka si wanita menahan dirinya tidak mengerjakan sholat, karena darah yang keluar tersebut adalah darah haidh. Demikian seterusnya. Setiap kali dia suci, kemudian datang haidh maka ia wajib menahan diri dari sholat.
Namun jika darah tersebut keluar terus menerus, tidak berhenti, ataupun berhenti namun cuma sebentar, berarti ia mengalami istihadhah. Ketika ini, ia tidak menahan diri dari sholat kecuali di waktu kebiasaan haidh-nya saja.
[Majmu' Fatawa wa Rasa'il, II/278]


0ooo0

tanya :
Seorang wanita pernah menjalani operasi dan setelahnya keluar darah berwarna hitam dari kemaluannya yang bukan darah kebiasaan bulanannya karena keluarnya empat atau lima hari sebelum kebiasaan bulanannya. Setelah keluar darah berwarna hitam tersebut, secara langsung (beberapa hari kemudian) datang kebiasaan bulanannya selama tujuh hari. Apakah hari-hari saat keluarnya darah berwarna hitam tersebut terhitung masa haidh?

jawab :
Yang menjadi rujukan dalam hal ini adalah para dokter. Karena secara zhahir, darah yang keluar dari si wanita adalah karena operasi. Sementara darah yang demikian tidaklah dihukumi seperti hukum haidh, berdasarkan sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasallam kepada wanita shahabiyah yang mengalami istihadhah,
"Sungguh itu adalah darah dari urat (bukan haidh)." [HR. Bukhari]

Dalam hal ini ada isyarat, bila darah yang keluar itu darah dari urat -termasuk didalamnya darah yang keluar karena operasi- maka tidaklah teranggap haidh, sehingga tidak diharamkan bagi si wanita hal-hal yang diharamkan karena haidh. Dia tetap wajib sholat dan puasa, bila hal itu dialami di siang hari Ramadhan.
[Majmu' Fatawa wa Rasa'il, II/277]
Wallahu a'lam bish showab



sumber : majalah Asy-Syariah no.55/1430H/2009