Kamis, 12 Desember 2013

Pakaian Panjang Wanita yang Terkena Najis

tanya :
Termasuk kebiasaan para wanita (yang berpegang dengan aturan syariat), mereka mengenakan pakaian yang panjang sehingga dimungkinkan bagian bawah pakaiannya terkena najis atau kotoran ketika si wanita berjalan di jalanan. Bila demikian keadaannya, apakah mereka boleh sholat mengenakan pakaian tersebut?




jawab :
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah menjawab,

"Dimaklumi bahwa wanita butuh pakaian yang panjang (berhijab ketika keluar rumah atau di hadapan laki-laki yang bukan mahromnya), dimana pakaiannya itu menjulur ke tanah demi lebih menutupi tubuhnya. Ini perkara yang bagus dan inilah yang dituntut untuk dilakukan oleh wanita, demi menutup dirinya dan demi penjagaan terhadapnya. 
Adapun ia berjalan di atas tanah/jalanan dengan mengenakan pakaian tersebut maka hal itu tidaklah menjadi masalah, ia boleh sholat dengan mengenakan pakaian tersebut, terkecuali bila ia mengetahui dengan yakin bahwa pakaiannya itu terkena najis, maka ia harus menghilangkan najis tersebut dari pakaiannya, kemudian ia boleh sholat mengenakan pakaian tersebut. Adapun bila ia tidak tahu, apakah pakaiannya terkena najis atau tidak, maka hukum asal pakaian itu suci dan keberadaan pakaian itu terseret-seret di atas tanah atau di permukaan bumi tidak menjadi masalah [1] dan tidaklah dihukumi pakaian itu menjadi najis dengan semata-mata syak (keraguan apakah terkena najis atau tidak).
Wallahu a'lam."



[1] Ummu Walad (budak wanita yang telah melahirkan anak untuk tuannya) milik Ibrohim bin 'Abdurrahman bin 'Auf pernah bertanya kepada Ummu Salamah radhiyallohu 'anha,
"Aku adalah wanita yang memanjangkan ujung/bagian bawah pakaianku sementara aku biasa berjalan di tempat yang kotor."
Ummu Salamah menjawab, Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam pernah bersabda,
"Tanah yang setelahnya akan membersihkan ujung pakaian itu." [HR. Abu Dawud. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud]
Dalam 'Aunul Ma'bud dijelaskan bahwa tempat yang dilewati setelah tempat yang kotor tersebut akan membersihkan ujung pakaian itu dari kotoran.
Al-Khaththabi berkata,
"Al-Imam Asy-Syafi'i mengatakan pembersihan ini didapatkan hanyalah bila kotoran yang dilewati itu telah kering sehingga tidak ada sesuatu yang menempel/melekat pada pakaian. Adapun bila pakaian itu diseret melewati kotoran yang basah maka tidak dapat dibersihkan kecuali dengan mencucinya.
Al-Imam Ahmad berkata, 'Bukan maknanya bila pakaian itu terkena kencing kemudian orang yang memakainya melewati tanah, maka tanah itu dapat mensucikannya. Namun maknanya orang itu melewati suatu tempat hingga mengotori pakaiannya kemudian melewati tempat yang lebih baik/bersih dari tempat sebelumnya, maka tanah di tempat yang bersih itu akan menghilangkan kotoran yang ada pada pakaiannya karena melewati tempat yang kotor sebelumnya'."
Al-Imam Malik menyatakan bahwa tanah itu sebagiannya mensucikan/membersihkan sebagian yang lain, hanyalah bila seseorang menginjak tanah yang kotor kemudian setelahnya ia menginjak tanah yang kering lagi bersih. Wallahu a'lam.

[Majmu' Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, I/215]


sumber : majalah Asy-Syariah no.25/1427/2006