tanya :
Seorang suami memiliki dua istri. Ia membagi diantara keduanya dalam segala sesuatu, hanya saja ia lebih condong kepada salah satunya dalam hal perasaan/cinta dan mabit (bermalam).
Apa pendapat anda apabila si suami selesai menunaikan hajatnya dari seorang istri kemudian ia keluar dari kamar/rumah si istri untuk tidur di rumah istri yang lebih ia cintai? Alasan lainnya, istri yang kurang dicintai itu memiliki beberapa anak kecil yang suka berisik/ramai (sehingga mengganggu istirahatnya), sedangkan pekerjaannya menuntutnya harus bangun dini hari. Apakah ia berdosa jika berbuat demikian? Kemudian, apa pendapat anda apabila suami tersebut bermalam di rumah istri yang lebih dicintainya selama dua malam, kemudian di malam yang ketiga baru ia ke rumah istri yang lain?
jawab :
Pertama, hukum asalnya adalah wajib berlaku adil di antara para istri, berdasar firman Alloh,
"Janganlah kalian condong dengan sebenar-benarnya kepada istri yang lebih kalian cintai sehingga kalian membiarkan istri yang lain terkatung-katung." [QS. An-Nisaa' ; 129]
Lain halnya dengan urusan yang berkaitan dengan kecondongan jiwa, maka tidak dituntut harus adil, karena ada hadits Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam yang menyebutkan bahwa beliau membagi di antara istri-istrinya dengan adil dan beliau bersabda,
"Ya Alloh, inilah pembagianku dalam apa yang aku mampui. Janganlah Engkau mencelaku dalam apa yang Engkau mampu sementara aku tidak mampu."
Maksudnya, Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam tidak kuasa menolak manakala beliau mendapati hati beliau terpaut kepada Aisyah radhiyallohu 'anha sehingga beliau lebih mencintainya daripada istri-istri yang lain. Beliau tidak sanggup menyamakan rasa cinta tersebut diantara istri-istri beliau yang mulia.
Kedua, apabila kenyataannya seperti yang anda katakan, anda telah membagi di antara keduanya dalam segala sesuatu, hanya saja anda lebih cenderung pada salah satunya dalam hal cinta. Tidak ada dosa bagi anda dalam kecondongan tersebut berdasarkan keterangan yang telah lalu.
Ketiga, anda tidak boleh bermalam di sisi salah satu istri pada malam giliran madunya, kecuali dengan keridhaan yang punya giliran.
Tidak boleh anda membagi giliran satu malam untuk seorang istri dan dua malam untuk istri kedua, kecuali dengan keridhaan istri yang hanya beroleh giliran semalam, karena hal itu adalah kecondongan yang dilarang oleh Alloh. Selain itu, as-Sunnah memberikan bimbingan untuk membagi giliran di antara para istri dalam hal mabit (bermalam).
Seorang suami tidak boleh bermalam di sebagian waktu malam di rumah istri yang bukan gilirannya, padahal malam itu sepenuhnya hak istrinya yang lain, kecuali dengan izin istri yang punya hak, sebagaimana penjelasan yang telah lalu.
[Fatawa al-Lajnah, 19/184-185, fatwa no.6561]
sumber : majalah Asy-Syariah no.85/1433/2012
Seorang suami memiliki dua istri. Ia membagi diantara keduanya dalam segala sesuatu, hanya saja ia lebih condong kepada salah satunya dalam hal perasaan/cinta dan mabit (bermalam).
Apa pendapat anda apabila si suami selesai menunaikan hajatnya dari seorang istri kemudian ia keluar dari kamar/rumah si istri untuk tidur di rumah istri yang lebih ia cintai? Alasan lainnya, istri yang kurang dicintai itu memiliki beberapa anak kecil yang suka berisik/ramai (sehingga mengganggu istirahatnya), sedangkan pekerjaannya menuntutnya harus bangun dini hari. Apakah ia berdosa jika berbuat demikian? Kemudian, apa pendapat anda apabila suami tersebut bermalam di rumah istri yang lebih dicintainya selama dua malam, kemudian di malam yang ketiga baru ia ke rumah istri yang lain?
jawab :
Pertama, hukum asalnya adalah wajib berlaku adil di antara para istri, berdasar firman Alloh,
"Janganlah kalian condong dengan sebenar-benarnya kepada istri yang lebih kalian cintai sehingga kalian membiarkan istri yang lain terkatung-katung." [QS. An-Nisaa' ; 129]
Lain halnya dengan urusan yang berkaitan dengan kecondongan jiwa, maka tidak dituntut harus adil, karena ada hadits Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam yang menyebutkan bahwa beliau membagi di antara istri-istrinya dengan adil dan beliau bersabda,
"Ya Alloh, inilah pembagianku dalam apa yang aku mampui. Janganlah Engkau mencelaku dalam apa yang Engkau mampu sementara aku tidak mampu."
Maksudnya, Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam tidak kuasa menolak manakala beliau mendapati hati beliau terpaut kepada Aisyah radhiyallohu 'anha sehingga beliau lebih mencintainya daripada istri-istri yang lain. Beliau tidak sanggup menyamakan rasa cinta tersebut diantara istri-istri beliau yang mulia.
Kedua, apabila kenyataannya seperti yang anda katakan, anda telah membagi di antara keduanya dalam segala sesuatu, hanya saja anda lebih cenderung pada salah satunya dalam hal cinta. Tidak ada dosa bagi anda dalam kecondongan tersebut berdasarkan keterangan yang telah lalu.
Ketiga, anda tidak boleh bermalam di sisi salah satu istri pada malam giliran madunya, kecuali dengan keridhaan yang punya giliran.
Tidak boleh anda membagi giliran satu malam untuk seorang istri dan dua malam untuk istri kedua, kecuali dengan keridhaan istri yang hanya beroleh giliran semalam, karena hal itu adalah kecondongan yang dilarang oleh Alloh. Selain itu, as-Sunnah memberikan bimbingan untuk membagi giliran di antara para istri dalam hal mabit (bermalam).
Seorang suami tidak boleh bermalam di sebagian waktu malam di rumah istri yang bukan gilirannya, padahal malam itu sepenuhnya hak istrinya yang lain, kecuali dengan izin istri yang punya hak, sebagaimana penjelasan yang telah lalu.
[Fatawa al-Lajnah, 19/184-185, fatwa no.6561]
sumber : majalah Asy-Syariah no.85/1433/2012