Sabtu, 14 Desember 2013

Rambut Wanita

Rambut yang tumbuh di kepala adalah salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Penampilan kita menjadi bagus, indah, dan cantik karenanya. Untuk seorang lelaki saja, rambut merupakan perhiasan, apatah lagi bagi seorang wanita. Mungkin kita masih ingat dengan kisah tiga orang dari kalangan Bani Israil: si abrash atau orang yang berpenyakit sopak/belang, si a'ma atau orang yang buta, dan si aqra'. Ya, salah satu dari tiga orang yang beroleh kesulitan dan kesempitan tersebut adalah si aqra', seorang yang sama sekali tidak tumbuh rambut di atas kepalanya. Ia merasa, kebotakan yang dideritanya menyebabkan manusia menjauhinya dan tidak suka melihatnya. Oleh karena itu, tatkala malaikat datang sebagai utusan Allah dengan menyamar (dalam rupa manusia) guna menguji mereka bertiga, siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur, si aqra' meminta dihilangkan penyakitnya dan diberi rambut yang bagus. [Lihat kelengkapan kisahnya dalam hadits yang diriwayatkan dalam ash-Shahihain]


Karena pentingnya rambut dalam berhias, terutama bagi wanita, tak heran apabila rambut disebut mahkota wanita, karena fungsinya sebagai hiasan di atas kepala.

Tentang masalah rambut, syariat memiliki ketentuan yang mengaturnya. Ada hukum-hukum yang berkaitan dengan rambut wanita.
Berikut ini rangkuman hukum rambut wanita dari fatwa ulama yang mulia, yang dibawakan secara makna lagi ringkas [diambil dari website Mu'assasah ad-Da'wah al-Khairiyyah, KSA].


1. Mengumpulkan rambut (mengikat jadi satu) di bagian paling atas dari kepala si wanita tidaklah diperbolehkan.
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallohu 'anhu, ia berkata, Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Ada dua golongan dari penduduk neraka yang aku belum melihat mereka sekarang. (Yang pertama) suatu kaum yang bersama mereka ada cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia. (Yang kedua) para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka miring lagi membuat orang lain miring. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan bisa mencium bau wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian." [HR. Muslim no.5547]
[Fatwa dari al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta']

"Mailatun" maknanya miring dari menaati Allah dan dari urusan yang semestinya mereka jaga. Adapun "mumilatun" maknanya mereka mengajari orang lain untuk berbuat seperti perbuatan mereka yang tercela.

Ada pula yang mengatakan, "mailatun" adalah wanita yang berjalan dengan berlagak sombong, menggoyang-goyangkan atau memiring-memiringkan pundak-pundak mereka. Ada pula yang mengatakan, maknanya adalah wanita yang menyisir rambutnya dengan sisiran/model miring atau belahan samping, yang merupakan model sisiran wanita pelacur. Adapun "mumilatun" maknanya mereka menyisir wanita-wanita lain dengan model sisiran tersebut.

"Kepala-kepala mereka seperti punuk unta", maknanya mereka membesarkan kepala mereka dengan melilitkan imamah, bebat kepala, atau yang semisalnya. [al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, an-Nawawi 14/336]


2. Mengumpulkan rambut atau melilitkan/melingkarkannya di sekitar kepala si wanita hingga tampak seperti imamah/sorban yang biasa dipakai lelaki.
Hl ini tidak diperbolehkan dengan alasan ada unsur tasyabbuh (meniru/menyerupai) lelaki. [Fatwa al-Lajnah ad-Daimah]


3. Mengumpulkan rambut dan menjadikannya satu ikatan/kepangan ataupun lebih, lalu dibiarkan tergerai tidaklah menjadi masalah (boleh saja) selama rambut tersebut tertutup dari pandangan mata yang tidak halal melihatnya.
Mengapa dibolehkan? Karena tidak ada larangan tentang hal ini. [Fatwa al-Lajnah ad-Daimah]


4. Haram menyambung rambut wanita dengan rambut yang lain atau disambung dengan sesuatu yang membuat kesamaran (disangka oleh yang melihat sebagai rambutnya padahal bukan rambut).
Ini fatwa al-Lajnah ad-Daimah. Dalil yang melarang menyambung rambut di antaranya hadits,
"Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan meminta disambungkan rambutnya." [HR. Bukhari no.5941,5926 dan Muslim no.5530]

Sa'id al-Maqburi rahimahullah berkata,
"Aku pernah melihat Mu'awiyah ibnu Abi Sufyan rahimahullah di atas mimbar dan di tangan beliau ada satu gelungan rambut (wig) wanita. Beliau berkata, 'Mengapa para wanita muslimah melakukan seperti ini?! Padahal aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Wanita mana saja yang menambah rambut pada kepalanya padahal bukan bagian dari kepalanya, maka itu merupakan kedustaan/kepalsuan yang ditambahkan padanya"." [HR.an-Nasa'i no.5093, dishahihkan oleh asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih an-Nasa'i]


5. Mengeriting rambut menurut hukum asalnya tidak apa-apa, melainkan jika dilakukan karena tsyabbuh dengan wanita-wanita yang fajir lagi kafir, hukumnya menjadi tidak boleh. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka." [HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami' no.6025]


6. Tidak boleh memakai pita atau rambut palsu di rambut dengan maksud menambah banyak rambut, membesarkan atau menambah panjangnya. [Fatwa asy-Syaikh Shalih ibnu Fauzan rahimahullah]


7. Pita/hiasan rambut yang tidak bertujuan membesarkan ukuran kepala (rambut tampak menjadi banyak) dan memang dibutuhkan untuk memperbaiki tatanan rambut (sehingga tidak berantakan), maka tidak apa-apa digunakan.
Jika pita, jepit rambut, dan (penghias rambut wanita) yang semisalnya berbentuk hewan (makhluk bernyawa) atau berbentuk alat-alat musik, tidak boleh dipakai karena keharaman gambar makhluk bernyawa dan haramnya memakai gambar tersebut pada pakaian dan lainnya. [Fatwa asy-Syaikh Shalih ibnu Fauzan rahimahullah]


8. Membelah rambut sepantasnya di bagian tengah kepala mulai dari ubun-ubun.
Inilah yang diajarkan oleh as-sunnah (belah tengah). Rambut dari dua sisi, kiri dan kanan, dibagi sama. Adapun membelahnya di satu sisi, belah kanan atau belah kiri, tidak sepantasnya dilakukan, terlebih lagi apabila ada keinginan ber-tasyabbuh dengan selain muslimah, tentu hukumnya haram. Bahkan, bisa jadi termasuk dalam hadits,
"...wanita-wanita yang miring dan membuat orang lain miring..."

Menurut penafsiran sebagian ulama, para wanita yang dimaksud dalam hadits diatas adalah para wanita yang menyisir rambut mereka dengan model miring. Tetapi, penafsiran yang benar adalah wanita yang miring/menyimpang dari rasa malu yang semestinya ia miliki. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Sementara itu, kita melihat banyak wanita muslimah yang senang meniru model para artis ataupun aktris yang merupakan wanita-wanita yang fasik. Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam telah bersabda,
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka."


9. Seandainya seorang wanita pergi ke seorang penata rambut guna menata rambutnya dengan tarif yang tidak mahal, sehingga tidak masuk dalam kategori membuang atau menghambur-hamburkan harta, dengan maksud berhias untuk suaminya, maka tidak apa-apa. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]


10. Ada beberapa sisi negatif yang didapati ketika seorang wanita pergi ke pemangkas rambut (kapster di salon). Yang paling penting adalah ;

a) Kapster umumnya akan membentuk rambut dengan model orang-orang kafir, dan disini ada sisi tasyabbuh dengan mereka.

b) Kapster biasa melakukan namsh pada pelanggannya, yaitu mencabut rambut alis untuk dirapikan/dibaguskan menurut anggapan mereka, padahal namsh ini haram berdasar hadits,
"Allah melaknat wanita yang mencabut rambut alis dan wanita yang minta dicabutkan rambut alisnya." [HR. Bukhari no.4886,5939 dan Muslim no.5538]
Makna laknat adalah diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah ta'ala.

c) Membuang-buang banyak harta tanpa ada faedah (menyia-nyiakannya), bahkan dibuang untuk sesuatu yang memudharatkan. Bukankah syariat melarang membuang-buang harta, sebagaimana dalam sebuah hadits,
"Rasulullah melarang dari qila wa qola (katanya dan katanya), banyak bertanya, dan membuang-buang harta."

d) Menanamkan dan menumbuhkan pemikiran para wanita untuk mengambil perhiasan yang biasa dinikmati dan dipakai oleh para wanita kafir. Ujung-ujungnya, setelah itu si wanita condong kepada urusan yang lebih besar daripada itu, yaitu penyimpangan dan kerusakan akhlak wanita-wanita kafir. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Termasuk kejelekan yang terjadi adalah apa yang disebut sebagai massage, spa, dan semisalnya, untuk memandikan (perawatan) tubuh si wanita dan melihat auratnya. Semua ini termasuk perkara yang diharamkan.


11. Seorang muslimah tidak boleh mendatangi pemangkas rambut pria, karena diharamkan bagi wanita menampakkan aurat dan rambut mereka kepada lelaki ajnabi (bukan mahromnya). [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah]


12. Tidak diketahui ada larangan menggunting rambut wanita. Namun, yang ada hanyalah larangan mencukur habis.
Oleh karena itu, wanita boleh memotong rambutnya karena panjang (mengurangi panjangnya) atau banyaknya. Hal ini tidak apa-apa dilakukan lebih-lebih dengan maksud berhias untuk suami, dengan syarat tidak ada tasyabbuh dengan wanita-wanita kafir (atau wanita-wanita fasik). [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dan asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Dibolehkan pula memotong rambut yang panjang ketika rambut yang panjang tersebut membebani si wanita dalam hal mencuci dan menyisirnya (harus mengeluarkan banyak biaya untuk kebutuhan shampoo dan sebagainya).[Fatwa asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dan asy-Syaikh Shalih al-Fauzan ]

Jika rambut wanita terpaksa dicukur karena suatu penyakit/keluhan/gangguan di kepalanya, hal ini tidak mengapa. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah]

Adapun hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallohu 'anhu yang berbunyi,
"Rasulullah melarang wanita mencukur rambut kepalanya." [HR. Tirmidzi dan an-Nasa'i] 
adalah hadits yang dhaif. [Lihat adh-Dha'ifah no.678]

Model potongan rambut wanita yang menyerupai potongan rambut lelaki adalah diharamkan, karena adanya tasyabbuh. Dalam hadits disebutkan,
"Rasulullah melaknat para laki-laki yang menyerupai para wanita dan para wanita yang menyerupai para lelaki." [HR. Bukhari no.5885]
[Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Ada pendapat yang menyatakan wanita tidak boleh memotong rambutnya melainkan ketika ada kebutuhan saja. [Fatwa asy-Syaikh Shalih ibnu Fauzan hafizhahullah]

Ada pula yang berpendapat hukumnya makruh, dan ini yang mahsyur dari mahdzab al-Imam Ahmad rahimahullah.


13. Ada model-model potongan rambut wanita yang mereka istilahkan; model 'Lady Diana', model 'Lion King', model 'Minnie Mouse' dan model lainnya yang sedang populer. Semua ini haram karena ada unsur tasyabbuh dengan orang-orang kafir dan menyerupai hewan. [Fatwa asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah]


14. Dibolehkan bagi seorang wanita menghilangkan seluruh rambut yang tumbuh di tubuhnya selain rambut alis dan rambut kepala.
Dia bisa melakukannya sendiri, atau dibantu oleh suaminya atau salah seorang mahromnya, atau dilakukan oleh wanita lain, dalam batasan yang diperkenankan bagi mereka untuk melihatnya. [Fatwa al-Lajnah ad-Daimah]


15. Jika seorang wanita memotong rambutnya dari atas dahinya dan sisanya dibiarkan terjulur menutup dahinya (istilah lainnya : poni) dengan maksud ber-tasyabbuh dengan wanita-wanita kafir dan orang-orang yang menyimpang, hukumnya haram, tidak boleh melakukannya dengan alasan tasyabbuh ini. Namun, jika dia melakukannya karena mengikuti kebiasaan para muslimah disekitarnya, ditambah lagi dia ingin berhias untuk suaminya, atau di hadapan karib kerabatnya, tidak tampak bagi kami adanya larangan dalam hal ini. [Fatwa al-Lajnah ad-Daimah]


16. Memotong rambut karena rontok tidaklah terlarang. [Fatwa al-Lajnah ad-Daimah]


17. Memakai wig/rambut palsu hukumnya haram, karena termasuk al-washl yaitu menyambung rambut yang diharamkan. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Seandainya tidak dianggap al-washl, maka wig itu menampakkan rambut si wanita lebih panjang daripada yang sebenarnya sehingga menyerupai al-washl. Padahal wanita yang melakukannya dilaknat sebagaimana disebutkan oleh hadits,
"Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan minta disambungkan rambutnya." [HR. Bukhari no.5941,5926 dan Muslim no.5530]
[Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Perbuatan al-washl ini diharamkan, sama saja apakah si wanita melakukannya dengan izin suami atau tidak, karena perbuatan haram tidak terkait dengan izin dan ridha.


18. Jika si wanita mengalami kebotakan, tidak tumbuh rambut diatas kepalanya, menurut satu pendapat, ia tetap tidak boleh memakai rambut palsu. Namun, menurut pendapat yang dipegang oleh asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, si wanita boleh memakai rambut palsu. Alasannya, kebotakan ini adalah aib/cacat/cela, dan aib itu boleh ditutup, sebagaimana seorang lelaki yang diizinkan Nabi sholallohu 'alaihi wasallam untuk memakai hidung dari emas karena hidungnya terpotong dalam satu peperangan. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]


19. Berhias/memperbagus penampilan berada di antara halal dan haram.
Jika berhias dilakukan untuk menghilangkan aib, misalnya orang yang hidungnya bengkok lalu ia meluruskannya, atau pada wajahnya ada noda/flek hitam (yang dulunya tidak ada/bersih) lalu ia menghilangkannya dengan kosmetik atau lainnya, tidak apa-apa.

Berhias juga bisa menjadi haram jika dilakukan bukan karena keinginan menghilangkan aib, seperti orang yang membuat tato di wajah atau bagian tubuh lain, mencabut rambut alis, dan memakai wig/rambut palsu. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Termasuk yang dilarang adalah menebalkan/membesarkan bibir, payudara, dan anggota badan tertentu, terkhusus jika dilakukan karena taklid/membebek kepada wanita-wanita kafir dan fasik.


20. Hukum mengecat rambut
Mengecat rambut dengan warna hitam murni/tanpa campuran warna lain hukumnya haram berdasar sabda Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam,
"Ubahlah uban ini dan jauhilah warna hitam." [HR. Muslim no.5476]

Mengubah uban (mengecatnya dengan warna lain sehingga tertutupi putihnya uban tersebut) adalah sunnah. Jika warna hitam dicampur dengan warna lain sehingga menjadi kehitam-hitaman, tidak apa-apa. Dengan demikian, boleh mengecat uban dengan warna coklat dan warna merah kekuning-kuningan (blonde) serta semisal keduanya dengan syarat tidak ada tasyabbuh dengan wanita-wanita kafir, atau wanita pelacur, atau wanita-wanita fajir/pendosa. Jika ada niatan tasyabbuh, hukumnya haram. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]


21. Tidak apa-apa mengecat rambut dengan hena (pacar/inai) walaupun dalam hari-hari haidh.
[Fatwa al-Lajnah ad-Daimah]


22. Inai yang dipakai tidaklah menghalangi sahnya wudhu karena inai tidak memiliki zat/substansi yang dapat mencegah sampainya air wudhu.
Inai pada akhirnya hanya tinggal warna saja (adapun zatnya dihilangkan setelah inai yang dipakai kering). Adapun sesuatu yang dapat mencegah sampainya air wudhu karena ia memiliki zat (seperti cat kuku/kuteks yang catnya tetap menempel di kuku) harus dihilangkan terlebih dahulu dari anggota wudhu agar wudhu yang dilakukan sah. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]


23. Mengecat bagian-bagian tertentu dari rambut, seperti ujungnya saja, atau bagian atasnya, hukum asalnya halal. 
Namun, jika terkait dengan uban yang hendak diubah dengan warna hitam atau ada tasyabbuh dengan wanita-wanita kafir atau fajir, hal ini tidak diperbolehkan. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]


24. Warna-warna yang biasa dipakai untuk mengecat rambut terbagi tiga;

Pertama : yang diperintahkan, seperti memakai inai (warna inai) untuk mengubah uban karena ada dalil yang menunjukkannya.

Kedua : yang dilarang, yaitu warna hitam yang dipakai untuk mengubah warna uban.

Ketiga : yang didiamkan (tidak diperintahkan dan tidak pula dilarang).

Jika perkara yang didiamkan itu asalnya halal, berarti hukumnya halal. Dengan demikian, mengubah rambut hitam ke warna merah hukumnya boleh, melainkan jika dilakukan karena tasyabbuh, hukumnya menjadi haram. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Ada pula pendapat yang melarang rambut hitam diubah ke warna lain dengan alasan tidak ada dalil yang menunjukkannya. Yang dibolehkan hanyalah mengubah rambut uban. Ditambah lagi tidak ada kebutuhan mengubah rambut yang hitam, karena hal itu termasuk mengubah ciptaan Allah ta'ala. [Fatwa asy-Syaikh Shalih bin Fauzan]


25. Mengubur/memendam rambut yang jatuh/rontok, gigi, ataupun kuku, menurut sebagian ulama hukumnya mustahab, berdasar atsar dari Ibnu Umar radhiyallohu 'anhu, dan perbuatan seorang shahabat lebih utama diikuti daripada perbuatan selainnya. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]


26. Tidak apa-apa menghilangkan/mencabut rambut yang tumbuh di wajah seorang wanita, seperti jenggot atau kumis, karena keduanya bukan asal penciptaan wanita (asalnya wanita itu tidak berkumis dan berjenggot, beda halnya dengan kaum lelaki).
Adapun jika rambut yang tumbuh itu merupakan asal penciptaan, seperti alis, tidak boleh dhilangkan. [Fatwa al-Lajnah ad-Daimah dan Fatwa asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah]


27. Wanita boleh membuka/menampakkan rambut dan wajahnya di hadapan wanita kafir, menurut satu pendapat. [Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah]

Namun, ada pendapat lain yang menyatakan tidak boleh. [Fatwa asy-Syaikh al-Albani rahimahullah]

Kedua pendapat diatas sama-sama berdalil dengan ayat,
"Katakanlah (ya Muhammad) kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangan mata mereka, dan menjaga kemaluan mereka. Jangan pula mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menjulurkan kerudung-kerudung mereka di atas dada-dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami-suami mereka, ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami (mertua) mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka (keponakan lelaki), atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak yang mereka miliki, atau lelaki yang tidak memiliki syahwat yang mengikuti mereka (menjadi pelayan/pembantu mereka) atau anak-anak lelaki kecil yang belum mengerti tentang aurat wanita. Jangan pula para wanita itu memukulkan/menghentakkan kaki-kaki mereka ketika berjalan agar diketahui apa yang mereka sembunyikan dari perhiasan (di balik pakaian mereka, seperti gelang kaki yang diperdengarkan bunyinya). Hendaklah kalian semuanya bertaubat kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, mudah-mudahan kalian beruntung." [QS. An-Nur; 31]

Mereka berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud dengan para wanita mereka pada ayat di atas, apakah jenis wanita secara umum ataukah dikecualikan wanita-wanita kafir?

Yang berpendapat dengan pandangan yang pertama akan membolehkan seorang wanita membuka wajah dan rambut didepan wanita-wanita kafir. Sementara itu, yang berpendapat dengan pandangan kedua tidak akan membolehkan membuka wajah dan rambut didepan wanita kafir.
Wallahu ta'ala a'lam.
Walhamdulillahi Rabbil 'alamin.



sumber : majalah Asy-Syariah no.71/1432H/2011