Minggu, 16 Juni 2013

Persiapan Menjemput Ajal

Alloh 'azza wa jalla berfirman dalam Al-Qur'an yang mulia,
"Setiap jiwa pasti akan merasakan mati." [QS. Ali Imran ; 185]

Demikianlah, tidak ada yang hidup kekal di muka bumi ini. Semua akan kembali kepada-Nya. Kehidupan di dunia ini fana, tidak abadi, sebagaimana sifat dunia sendiri yang akan berakhir dengan kehancuran. Setelah itu kehidupan berpindah pada keabadian, yaitu kehidupan akhirat, bisa jadi di surga dan bisa jadi di neraka. Na'udzubillah min nar! (Kita berlindung kepada Alloh dari neraka!)

Kapan hal itu terjadi? Tak ada seorang pun yang tahu kecuali Dia yang di atas. Akan tetapi, itu pasti terjadi. Sesuatu yang pasti terjadi berarti dia dekat.....




Ada sebuah nasehat bak mutiara bertaburan dalam masalah ini, dari seorang alim yang mulia yang telah mendahului kita kembali ke negeri keabadian di penantian alam barzakh, Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih al-Utsaimin, semoga Alloh merahmati beliau, melapangkan beliau dalam kuburnya, dan memberikan cahaya kepada beliau. Beliau mengingatkan,

"Bertaqwalah kalian kepada Alloh dan perbanyaklah mengingat mati serta persiapkan diri kalian untuk menghadapi mati dengan melakukan amal saleh, sebelum kematian menjemput kalian dengan tiba-tiba. Ketika itu tidak ada tempat untuk lari dan tidak bisa melepaskan diri.

Ambillah pelajaran dari hari-hari dan malam-malam yang ada, karena waktu-waktu yang berlalu merupakan perbendaharaan untuk beramal dan merupakan kadar ajal yang akan berlalu seluruhnya dan akan hilang dengan cepat. Ketahuilah, setiap waktu, bahkan setiap kedipan mata, akan mendekatkan kalian kepada negeri akhirat serta menjauhkan kalian dari dunia yang kalian huni saat ini. Oleh karena itu, janganlah kalian tertipu dan menunda-nunda kesempatan. Semarakkanlah waktu-waktu yang tersisa dengan ketaatan kepada Al-Maula (Alloh subhanahu wa ta'ala). Giatlah melakukan amal-amal saleh. Hal itu lebih pantas dan lebih utama bagi kalian.

Sungguh, amal-amal saleh adalah teman didalam kubur, karena apabila seorang hamba meninggal dunia maka yang mengantarnya ke kuburnya ada tiga. Yang dua kembali, sedangkan yang satu tetap bersamanya. Keluar bersamanya menuju kuburnya : keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sedangkan yang tetap menemaninya hanyalah amalnya (sebagaimana HR. Bukhari dan Muslim). Bila amalnya adalah amal saleh, sungguh dia sebaik-baik teman. Apabila sebaliknya, sungguh kerugian yang nyata kan menyertai.

Beruntunglah orang yang tahu keberadaan akhirat lalu dia mengidamkannya dan menukar dunianya guna meraih akhiratnya. Dia mengetahui hakikat dunia, hingga dia pun tidak mempertautkan hatinya dengan dunia dan tidak condong kepadanya.

Sungguh merugi orang yang tertipu dengan dunia hingga dia cenderung kepada dunia dan berpaling dari akhirat. Dia sama sekali tidak menoleh kepada akhiratnya dan tidak melakukan usaha untuk meraih keberuntungan disana.

Bagaimana mungkin seorang yang berakal bisa senang tersibukkan dengan remukan dan serpihan yang fana daripada kenikmatan yang kekal abadi?

Bagaimana dia bisa ridha berlomba-lomba meraih dunia dan meninggalkan berlomba-lomba meraih surga-surga yang penuh kenikmatan? Bersamaan dengan itu, apabila dia berlomba untuk dunia saja, niscaya akan luput darinya dunia dan akhirat. Justru apabila dia berupaya untuk akhiratnya, dia akan beroleh dunia dan akhirat.


Umar ibnu Abdil Aziz rahimahullah dalam khutbahnya yang terakhir mengatakan,
"Wahai sekalian manusia! Kalian tidaklah diciptakan dengan sia-sia dan ditinggalkan begitu saja. Sungguh kalian punya tempat kembali yang Alloh tetapkan guna memutuskan perkara diantara hamba-hambaNya. Sungguh merugi orang yang keluar dari rahmat Alloh yang luasnya meliputi segala sesuatu dan diharamkan dari surga yang seluas langit dan bumi. Tidakkah kalian tahu, tadinya kalian berada di tulang sulbi orang-orang yang telah tiada, dan orang-orang yang masih tinggal / tersisa akan mewarisi sepeninggal kalian. Demikianlah, hingga kalian dikembalikan kepada sebaik-baik Dzat yang mewarisi. Setiap hari, pagi dan petang, kalian mengantarkan seseorang kepada Alloh, karena sungguh telah datang kematiannya dan telah ditetapkan ajalnya. Kalian mengantarkannya dan memasukkannya dalam belahan bumi, tanpa beralaskan bantal maupun hamparan. Telah terlepas segala hubungan. Dia telah berpisah dengan orang-orang yang dicintainya. Kini, dia berdiam dalam tanah dan menghadap kepada hisab. Dia tidak lagi membutuhkan harta yang ditinggalkannya, karena yang sekarang dibutuhkannya adalah amal-amalnya yang telah lalu. Oleh karena itu, bertaqwalah kalian kepada Alloh, wahai hamba-hamba Alloh, sebelum datang  kematian kepada kalian. Aku mengucapkan kalimat-kalimat ini kepada kalian dalam keadaan aku tidak mengetahui ada seorangpun yang lebih banyak dosanya daripada diriku. Akan tetapi, aku memohon ampun kepada Alloh dan bertaubat kepada-Nya."

Selesai berucap demikian, Umar ibn Abdil Aziz mengangkat ujung rida'nya dan menangis hingga tersedu-sedu. Kemudian beliau turun dari mimbar dan setelahnya tidak pernah kembali ke mimbar tersebut hingga beliau meninggal dunia. Semoga rahmat Alloh atas beliau.

Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman,
"Dan berilah perumpamaan kehidupan dunia kepada mereka, yaitu seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, adapun amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." [QS. al-Kahfi ; 45-46]

Wallahu ta'ala a'lam bish-showwab. [Dinukil dari kitab adh-Dhiya'ul Lami' minal Khuthabil Jawami', 6/173-175]

oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah
sumber : majalah Asy-Syariah no.64/1431/2010