Pulang kerja, badan capek, letih dan lesu serasa menjadi satu. Belum lagi bila ada masalah yang belum selesai. Menjadikan lelahnya pikiran menambah beban lelah pada badan.
Padahal, tanggung jawab berat seorang suami bukanlah sekedar mencari nafkah penghidupan. Justru yang utama adalah pendidikan agama untuk keluarga. Membimbing dan mengarahkan setiap langkah mereka, untuk meniti jalan Nabi yang mulia. Bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mengupayakan keselamatan dan kebahagiaan mereka. Yaitu kemenangan hakiki di dunia yang berlanjut di akhirat.
Melihat amanah yang besar seperti ini, peran seorang istri sangat dinanti. Bukan sekedar menghibur dan membuat senang suami, tetapi menjadi istri sholihah, dan mengupayakan keshalihan seluruh anggota keluarga.
Menjadi seorang istri, sebenarnya bukan tugas yang biasa. Walaupun hampir semua wanita sudah atau akan menjalaninya. Peran sebagai istri, butuh ketekunan dan kesabaran. Kerja keras mengurus pekerjaan rumah, mulai bangun tidur, sampai tidur kembali. Bahkan, saat tidur pun kadang harus bangun sebab si kecil yang menangis karena pipis. Ya, seolah tugas tidak pernah habis. Belum lagi kalau anak rewel dan mengharuskan begadang, sementara suami tengah nyenyak dalam selimut, semua dengan senang hati dijalani.
Saat-saat seperti itulah seorang suami harus menyadari. Memahami kesibukan seorang istri, kemudian meghargai dan mensyukuri. Juga mewujudkan hal itu dengan tindakan nyata yang meringankan beban istri. Bahkan, ketika istri agak longgar pun, demi menunjukkan perhatian dan kasih sayang, hendaknya suami ikut membantu istri.
Saling memahami, memang harus dimiliki suami istri. Dengannya, wujud ta'awun dalam kebajikan dan ketaqwaan akan menjadi nyata. Tolong menolong dan bahu membahu membentuk keluarga sakinah wa rahmah akan terasa mudah. Keluarga yang diliputi nuansa syar'i menjadi semakin indah.
Namun, kadang yang terjadi di luar keinginan. Belahan hati seolah tidak mau peduli. Maka saat itulah kesabaran itu diuji. Lapang dada dan jiwa yang besar harus dimiliki. Anggaplah itu kekurangan yang ada pada pasangan, karena memang tidak ada manusia yang sempurna. Jalanilah semua dengan senang hati. Toh, pahala besar bagi yang ikhlas sudah menanti.
Namun, tetaplah berusaha untuk mengkomunikasikan semuanya dari hati ke hati. Dan harus pula disadari, bahwa doa adalah tumpuan dan solusi. Dengan segala kerendahan hati, pintalah segala kebaikan kepada Dzat yang Menguasai hati.
Lebih lanjut, sebuah kewajiban yang harus dimengerti, bahwa Allah ta'ala dengan hikmah-Nya Yang Maha Luas, telah memilihkan pasangan untuk kita. Maka, itulah yang terbaik saat itu bagi kita. Jadi, setiap gesekan sekalipun yang akan terjadi nantinya, telah Alloh ta'ala sesuaikan dengan kemampuan masing-masing suami istri.
Allah 'azza wa jalla berfirman,
"Dan pergaulilah istri-istri kalian dengan cara yang ma'ruf. Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [QS. An-Nisa ; 19]
Asy-Syaikh As Sa'di rahimahullah menjelaskan dalam kitab tafsir beliau, bahwa hendaknya para suami tidak menceraikan para istrinya, walaupun ada perangai yang kurang disenangi. Karena, dalam hal ini mungkin ada kebaikan yang banyak.
Diantara kebaikan tersebut adalah mewujudkan perintah Allah subhanahu wa ta'ala dalam ayat ini. Hal ini berarti telah menerima wasiatNya, yang dalam wasiat tersebut tentu mengandung kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebaikan yang lain adalah memaksa jiwa yang tidak mencintai istri tersebut untuk tetap bertahan. Inilah diantara makna mujahadatun nafs, mengekang dan mengalahkan nafsu untuk berakhlak mulia. Apalagi, bisa iadi kebencian tersebut hilang kemudian berubah menjadi kecintaan, sebagaimana yang telah banyak terjadi. Bisa jadi pula, Allah ta'ala akan mengaruniakan anak sholih dan sholihah yang bermanfaat didunia dan akhirat. Namun harus dicatat, ini semua pada kondisi yang mungkin untuk tetap bersatu, tanpa ada mafsadat yang lebih besar.
Walaupun konteks ayat tertuju kepada para suami, namun -wallahu a'lam-, seorang istri pun harus bersabar bila mendapati sesuatu yang kurang sreg pada suami. Tidak membesarkan masalah yang bisa ditoleransi untuk sebuah kepentingan ta'awun dalam kebajikan dan ketaqwaan.
Ya. Memiliki istri yang penyabar adalah anugerah. Memiliki suami yang pemaaf adalah karunia. Dengannya akan terwujud saling memahami. Maka syukurilah, karena banyak orang yang tidak mendapatkannya.
sumber : majalah Tashfiyah edisi 23/2013 M
Padahal, tanggung jawab berat seorang suami bukanlah sekedar mencari nafkah penghidupan. Justru yang utama adalah pendidikan agama untuk keluarga. Membimbing dan mengarahkan setiap langkah mereka, untuk meniti jalan Nabi yang mulia. Bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk mengupayakan keselamatan dan kebahagiaan mereka. Yaitu kemenangan hakiki di dunia yang berlanjut di akhirat.
Melihat amanah yang besar seperti ini, peran seorang istri sangat dinanti. Bukan sekedar menghibur dan membuat senang suami, tetapi menjadi istri sholihah, dan mengupayakan keshalihan seluruh anggota keluarga.
Menjadi seorang istri, sebenarnya bukan tugas yang biasa. Walaupun hampir semua wanita sudah atau akan menjalaninya. Peran sebagai istri, butuh ketekunan dan kesabaran. Kerja keras mengurus pekerjaan rumah, mulai bangun tidur, sampai tidur kembali. Bahkan, saat tidur pun kadang harus bangun sebab si kecil yang menangis karena pipis. Ya, seolah tugas tidak pernah habis. Belum lagi kalau anak rewel dan mengharuskan begadang, sementara suami tengah nyenyak dalam selimut, semua dengan senang hati dijalani.
Saat-saat seperti itulah seorang suami harus menyadari. Memahami kesibukan seorang istri, kemudian meghargai dan mensyukuri. Juga mewujudkan hal itu dengan tindakan nyata yang meringankan beban istri. Bahkan, ketika istri agak longgar pun, demi menunjukkan perhatian dan kasih sayang, hendaknya suami ikut membantu istri.
Saling memahami, memang harus dimiliki suami istri. Dengannya, wujud ta'awun dalam kebajikan dan ketaqwaan akan menjadi nyata. Tolong menolong dan bahu membahu membentuk keluarga sakinah wa rahmah akan terasa mudah. Keluarga yang diliputi nuansa syar'i menjadi semakin indah.
Namun, kadang yang terjadi di luar keinginan. Belahan hati seolah tidak mau peduli. Maka saat itulah kesabaran itu diuji. Lapang dada dan jiwa yang besar harus dimiliki. Anggaplah itu kekurangan yang ada pada pasangan, karena memang tidak ada manusia yang sempurna. Jalanilah semua dengan senang hati. Toh, pahala besar bagi yang ikhlas sudah menanti.
Namun, tetaplah berusaha untuk mengkomunikasikan semuanya dari hati ke hati. Dan harus pula disadari, bahwa doa adalah tumpuan dan solusi. Dengan segala kerendahan hati, pintalah segala kebaikan kepada Dzat yang Menguasai hati.
Lebih lanjut, sebuah kewajiban yang harus dimengerti, bahwa Allah ta'ala dengan hikmah-Nya Yang Maha Luas, telah memilihkan pasangan untuk kita. Maka, itulah yang terbaik saat itu bagi kita. Jadi, setiap gesekan sekalipun yang akan terjadi nantinya, telah Alloh ta'ala sesuaikan dengan kemampuan masing-masing suami istri.
Allah 'azza wa jalla berfirman,
"Dan pergaulilah istri-istri kalian dengan cara yang ma'ruf. Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak." [QS. An-Nisa ; 19]
Asy-Syaikh As Sa'di rahimahullah menjelaskan dalam kitab tafsir beliau, bahwa hendaknya para suami tidak menceraikan para istrinya, walaupun ada perangai yang kurang disenangi. Karena, dalam hal ini mungkin ada kebaikan yang banyak.
Diantara kebaikan tersebut adalah mewujudkan perintah Allah subhanahu wa ta'ala dalam ayat ini. Hal ini berarti telah menerima wasiatNya, yang dalam wasiat tersebut tentu mengandung kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebaikan yang lain adalah memaksa jiwa yang tidak mencintai istri tersebut untuk tetap bertahan. Inilah diantara makna mujahadatun nafs, mengekang dan mengalahkan nafsu untuk berakhlak mulia. Apalagi, bisa iadi kebencian tersebut hilang kemudian berubah menjadi kecintaan, sebagaimana yang telah banyak terjadi. Bisa jadi pula, Allah ta'ala akan mengaruniakan anak sholih dan sholihah yang bermanfaat didunia dan akhirat. Namun harus dicatat, ini semua pada kondisi yang mungkin untuk tetap bersatu, tanpa ada mafsadat yang lebih besar.
Walaupun konteks ayat tertuju kepada para suami, namun -wallahu a'lam-, seorang istri pun harus bersabar bila mendapati sesuatu yang kurang sreg pada suami. Tidak membesarkan masalah yang bisa ditoleransi untuk sebuah kepentingan ta'awun dalam kebajikan dan ketaqwaan.
Ya. Memiliki istri yang penyabar adalah anugerah. Memiliki suami yang pemaaf adalah karunia. Dengannya akan terwujud saling memahami. Maka syukurilah, karena banyak orang yang tidak mendapatkannya.
sumber : majalah Tashfiyah edisi 23/2013 M