"Lihatlah kepadanya. Sungguh hal itu akan lebih pantas untuk melanggengkan hubungan kalian berdua."
Hadits yang agung ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1/202), Ibnu Majah (1866), An Nasa'i (2/73), dan yang lainnya.Hadits ini disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam kitab As Silsilah Ash Shahihah 1/150.
Hadits diatas diriwayatkan dari shahabat Al Mughirah bin Syu'bah radhiyallohu 'anhu. Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam menasehati beliau ketika ingin mengkhitbah seorang wanita.
Menjadi tabiat manusia, bahwa ia akan merasa senang dan tenang kepada orang yang menarik hatinya. Bahkan, kesalahan atau sikap yang kurang berkenan pun akan mudah ditoleransi karena besarnya cinta dalam hati. Sebatas hal ini, selama bukan kesalahan yang sifatnya syar'i, tidak menjadi masalah. Dan justri di sinilah ujian bagi seseorang nantinya. Siapakah yang lebih dia cintai untuk diutamakan. Allah ta'ala dan Rasul-Nya atau selain keduanya.
Islam pun memperhatikan tabiat ini. Untuk suatu maslahat yang mulia, yaitu langgengnya hubungan taawun suami istri dalam bingkai pernikahan syar'i. Sebagaimana sabda Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam dalam hadits diatas. Sehingga, Islam membolehkan sesuatu yang asalnya haram. Yaitu bolehnya seorang yang hendak meng-khitbah seorang wanita untuk memandangnya. Melihat sesuatu yang menarik baginya untuk menikahi. Sekali lagi, untuk maslahat yang agung, keharmonisan keluarga islami.
Dalam hadits yang shahih ini menunjukkan demikian. Bahkan disana ada beberapa hadits shahih yang semakna, didukung pula dengan praktek shahabat. Penjelasan panjang lebar bisa dilihat dalam ASh-Shahihah 1/150.
Asy-Syaikh Shalih Fauzan dalam Al-Mulakhas Al-Fiqh menerangkan bahwa boleh bagi yang ingin meng-khitbah seorang wanita, dan kemungkinan besar akan diterima, untuk melihat apa yang biasa terlihat dari wanita tersebut.
Dalam penjelasan beliau ini ada beberapa hal penting :
Hadits diatas diriwayatkan dari shahabat Al Mughirah bin Syu'bah radhiyallohu 'anhu. Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam menasehati beliau ketika ingin mengkhitbah seorang wanita.
Menjadi tabiat manusia, bahwa ia akan merasa senang dan tenang kepada orang yang menarik hatinya. Bahkan, kesalahan atau sikap yang kurang berkenan pun akan mudah ditoleransi karena besarnya cinta dalam hati. Sebatas hal ini, selama bukan kesalahan yang sifatnya syar'i, tidak menjadi masalah. Dan justri di sinilah ujian bagi seseorang nantinya. Siapakah yang lebih dia cintai untuk diutamakan. Allah ta'ala dan Rasul-Nya atau selain keduanya.
Islam pun memperhatikan tabiat ini. Untuk suatu maslahat yang mulia, yaitu langgengnya hubungan taawun suami istri dalam bingkai pernikahan syar'i. Sebagaimana sabda Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam dalam hadits diatas. Sehingga, Islam membolehkan sesuatu yang asalnya haram. Yaitu bolehnya seorang yang hendak meng-khitbah seorang wanita untuk memandangnya. Melihat sesuatu yang menarik baginya untuk menikahi. Sekali lagi, untuk maslahat yang agung, keharmonisan keluarga islami.
Dalam hadits yang shahih ini menunjukkan demikian. Bahkan disana ada beberapa hadits shahih yang semakna, didukung pula dengan praktek shahabat. Penjelasan panjang lebar bisa dilihat dalam ASh-Shahihah 1/150.
Asy-Syaikh Shalih Fauzan dalam Al-Mulakhas Al-Fiqh menerangkan bahwa boleh bagi yang ingin meng-khitbah seorang wanita, dan kemungkinan besar akan diterima, untuk melihat apa yang biasa terlihat dari wanita tersebut.
Dengan catatan tidak boleh ber-khalwat (berduaan) dan aman dari fitnah (godaan syahwat). [2/225]
Dalam penjelasan beliau ini ada beberapa hal penting :
- Khitbah dilakukan apabila pihak wanita ada kemungkinan besar menerima. Yaitu setelah matangnya proses ta'aruf. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa pihak wanita juga memiliki hak nazhor. Sebagaimana wanita berhak untuk tidak menerima khitbah.
- Yang dilihat dari wanita tersebut adalah yang biasa nampak. Inilah pendapat terkuat dari Imam Ahmad rahimahullah. Beliau mengatakan, "Boleh melihat yang biasa nampak pada wanita yang dikhitbah. Seperti lutut, betis, dan yang lainnya." Pendapat inilah yang dipilih oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah. Karena pendapat ini lebih dekat dengan zhahir hadits dan pengamalan para shahabat.
- Tidak boleh berduaan dan aman dari fitnah. Tetapi proses nazhor dilakukan bersama pihak lain. Dengan tanpa ikhtilat atau bercampur baurnya laki-laki dan perempuan. Akan lebih baik apabila nazhor ini ditemani oleh wali si wanita.
Boleh pula apabila memungkinkan, melihat calon istri tersebut tanpa sepengetahuannya atau dengan sembunyi-sembunyi. Berdasarkan sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasallam,
"Apabila salah seorang kalian mengkhitbah seorang wanita, boleh baginya melihat wanita tersebut. Apabila ia melihat memang ingin mengkhitbahnya, walaupun wanita tersebut tidak tahu (kalau ia sedang di-nazhor)." [HR. Ahmad dari shahabat Abu Humaid radhiyallohu 'anhu, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah]
Juga berdasar pengamalan sebagian shahabat, seperti Muhammad bin Maslamah Al Anshari radhiyallohu 'anhu. Sebagaimana yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah setelah menukilkan hadits diatas. Hanya saja, tentu hal ini dengan tetap memperhatikan kaidah umum aman dari fitnah (godaan syahwat).
Demikian indahnya prosesi nikah syar'i, terkhusus nazhor. Memang, Islam menjaga fitrah manusia. Islam telah mengatur tahapan-tahapan nikah dengan indahnya. Tidak ada kezaliman, dengan tetap menjunjung tinggi harga diri. Tidak ada pula keburukan, bahkan semuanya adalah maslahat. Kebaikan dunia akhirat akan sangat mungkin terwujud dalam tahapan ini.
Coba kita bandingkan dengan apa yang dilakukan oleh orang yang jauh dari agama. Terutama pada tahap perkenalan, atau yang lebih tepat disebut pacaran. Tidak lain didalamnya adalah kedustaan dan maksiat. Bagaimana tidak, didepan sang pacar, selalu menampakkan yang terbaik, bahkan cenderung dibuat-buat. Didepan pacar, selalu menutupi cacat dan kekurangan. Bagaimana rumah tangga akan bahagia apabila awalnya adalah kepura-puraan dan kedustaan? Apa jadinya setelah semua terbongkar dan masing-masing mengetahui sifat aslinya? Belum lagi mereka yang semakin terjerumus dalam jurang zina; zina mata, zina telinga, zina tangan, dan zina yang sesungguhnya dengan kemaluan.
Akankah rumah tangga dibangun di atas dosa? Kenyataannya, berapa banyak mereka yang putus dan gagal di tengah jalan. Bahkan, Allahu a'lam, inilah mayoritasnya. Sementara, mereka telah berbuat terlalu jauh. Allahumma sallim (ya Allah, selamatkanlah kami). Alhamdulillah, Yang telah menunjukkan kita kepada Islam.
Semoga dengan meniti jalan mulia ini, Allah memberkahi hidup kita semua di dunia dan akhirat.
Di akhir tulisan, kami tegaskan lagi, bahwa agama dan akhlak hendaknya menjadi pertimbangan utama. Tidak dipungkiri, wajah juga sebagai penilaian, tapi....
"Pilihlah wanita yang bagus agamanya, engkau akan beruntung."
Allahu a'lam.
sumber : majalah Tashfiyah ed.26/1434H/2013 dengan sedikit perubahan