Jangan remehkan masalah pertemanan. Jangan pula mengecilkan pengaruh teman seiring. Sedemikian besar makna pertemanan, hingga Islam memberi tuntunan dalam berteman. Seorang teman yang baik akan memberi pengaruh yang baik pada temannya. Sebaliknya, seorang teman yang jahat, dirinya akan menularkan perilaku jahat kepada temannya. Karenanya, perhatikan siapakah yang pantas menjadi teman.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya perumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk, seperti seorang pembaw misk (parfum) dan pandai besi. Pembawa misk, bisa jadi ia akan memberi wewangian itu padamu, bisa jadi pula engkau membeli darinya, bisa juga engkau cuma dapati aromanya yang semerbak harum. Sedang pandai besi, bisa jadi bajumu yang terbakar, bisa pula yang engkau peroleh cuma aromanya yang tiada sedap." [Muttafaqun'alaih,hadits dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu]
Lebih dalam lagi, pertemanan bisa mempengaruhi keadaan agama seseorang. Karenanya, pertemanan bukan urusan sepele. Urusan pertemanan bisa mengait pada kehidupan akhirat seseorang.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Seseorang itu tergantung teman dekatnya, maka perhatikanlah siapa yang menjadi teman dekatnya." [HR. Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Bagi seseorang yang telah memancangkan tiang taubat, hendaknya memperhatikan teman seiringnya. Jangan sampai teman seiring menjadi sebab tercerabutnya tiang taubat yang telah ia hunjamkan. Jangan sampai teman-teman jahatnya menyetirnya ke arah yang menyesatkan.
Pertaubatan tak semata diucapkan lalu tanpa pembuktian. Pertaubatan harus dibuktikan dengan kesungguhan hati untuk memperbaiki diri. Pertaubatan memerlukan kesungguhan. Bukti kesungguhannya bertaubat bisa dilihat dari teman-teman yang mengitarinya. Bila yang mengitarinya adalah teman-teman lama yang tak beres, maka pertaubatan yang telah ia lontarkan bisa tiada memiliki arti. Dirinya tetap bergumul dengan situasi yang membahayakan. Apalagi setelah taubat ia canangkan.
Saat seorang laki-laki telah menghempaskan nyawa 99 orang lalu dirinya ingin bertaubat. Ia bertanya kepada seorang ahli ibadah, apakah taubatnya bisa diterima atau tidak. Kemudian sang ahli ibadah ini memberi jawaban yang memukul sanubari laki-laki yang ingin bertaubat ini. Maka, sang ahli ibadah ini pun dienyahkannya. Genaplah seratus orang telah ia bantai.
Lantas, laki-laki ini bertemu seorang alim. Ia ajukan pertanyaan yang sama. Ia pun mendapat jawaban seorang alim yang melegakan jiwanya. Tak hanya itu, seorang alim yang ia temui memberi bimbingan pula agar dirinya menjauhi tempat tinggalnya. Ia diminta untuk hijrah. Ia diminta untuk memperbaharui tempat kaki dipijak.
"Bertolaklah ke wilayah begini dan begini. Sesungguhnya, masyarakat di wilayah tersebut, mereka (rajin) beribadah kepada Allah ta'ala. Karenanya, beribadahlah engkau bersama mereka. Jangan engkau kembali ke negerimu, karena negerimu adalah negeri yang tak baik." [Muttafaqun'alaih, dari shahabat Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu]
Duhai, andai bimbingan seorang alim diperhatikan oleh seorang yang menghendaki taubatnya diterima, tentu akan terhantarkan padanya kebaikan. Keselamatan akan ia rengkuh, bi'idznillah.
Lain halnya, manakala taubat telah ia pancangkan, namun di sekitar dirinya masih berkutat teman-teman jahat, sungguh ia bakal terjerembab kembali ke lembah kenistaan.
Bila telah terhampar kata taubat, maka segera tinggalkan teman-teman jahat. Kalau tidak, teman-teman lama itu akan mempengaruhi kembali ke dunia hitam kelam. Semua itu tentu akan menjadi penyesalan di hari akhir nanti. Nas'alullaha as-salaamah wa-'afiyah
Taubat bukan sekedar di bibir. Taubat memerlukan kesungguhan. Satu di antara kesungguhan itu, adalah meninggalkan teman-teman yang suka menaburkan aroma kebusukan.
Allahu a'lam.
Majalah Qudwah ed.22/1435H/2014
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya perumpamaan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk, seperti seorang pembaw misk (parfum) dan pandai besi. Pembawa misk, bisa jadi ia akan memberi wewangian itu padamu, bisa jadi pula engkau membeli darinya, bisa juga engkau cuma dapati aromanya yang semerbak harum. Sedang pandai besi, bisa jadi bajumu yang terbakar, bisa pula yang engkau peroleh cuma aromanya yang tiada sedap." [Muttafaqun'alaih,hadits dari Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahu 'anhu]
Lebih dalam lagi, pertemanan bisa mempengaruhi keadaan agama seseorang. Karenanya, pertemanan bukan urusan sepele. Urusan pertemanan bisa mengait pada kehidupan akhirat seseorang.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Seseorang itu tergantung teman dekatnya, maka perhatikanlah siapa yang menjadi teman dekatnya." [HR. Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Bagi seseorang yang telah memancangkan tiang taubat, hendaknya memperhatikan teman seiringnya. Jangan sampai teman seiring menjadi sebab tercerabutnya tiang taubat yang telah ia hunjamkan. Jangan sampai teman-teman jahatnya menyetirnya ke arah yang menyesatkan.
Pertaubatan tak semata diucapkan lalu tanpa pembuktian. Pertaubatan harus dibuktikan dengan kesungguhan hati untuk memperbaiki diri. Pertaubatan memerlukan kesungguhan. Bukti kesungguhannya bertaubat bisa dilihat dari teman-teman yang mengitarinya. Bila yang mengitarinya adalah teman-teman lama yang tak beres, maka pertaubatan yang telah ia lontarkan bisa tiada memiliki arti. Dirinya tetap bergumul dengan situasi yang membahayakan. Apalagi setelah taubat ia canangkan.
Saat seorang laki-laki telah menghempaskan nyawa 99 orang lalu dirinya ingin bertaubat. Ia bertanya kepada seorang ahli ibadah, apakah taubatnya bisa diterima atau tidak. Kemudian sang ahli ibadah ini memberi jawaban yang memukul sanubari laki-laki yang ingin bertaubat ini. Maka, sang ahli ibadah ini pun dienyahkannya. Genaplah seratus orang telah ia bantai.
Lantas, laki-laki ini bertemu seorang alim. Ia ajukan pertanyaan yang sama. Ia pun mendapat jawaban seorang alim yang melegakan jiwanya. Tak hanya itu, seorang alim yang ia temui memberi bimbingan pula agar dirinya menjauhi tempat tinggalnya. Ia diminta untuk hijrah. Ia diminta untuk memperbaharui tempat kaki dipijak.
"Bertolaklah ke wilayah begini dan begini. Sesungguhnya, masyarakat di wilayah tersebut, mereka (rajin) beribadah kepada Allah ta'ala. Karenanya, beribadahlah engkau bersama mereka. Jangan engkau kembali ke negerimu, karena negerimu adalah negeri yang tak baik." [Muttafaqun'alaih, dari shahabat Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu]
Duhai, andai bimbingan seorang alim diperhatikan oleh seorang yang menghendaki taubatnya diterima, tentu akan terhantarkan padanya kebaikan. Keselamatan akan ia rengkuh, bi'idznillah.
Lain halnya, manakala taubat telah ia pancangkan, namun di sekitar dirinya masih berkutat teman-teman jahat, sungguh ia bakal terjerembab kembali ke lembah kenistaan.
Bila telah terhampar kata taubat, maka segera tinggalkan teman-teman jahat. Kalau tidak, teman-teman lama itu akan mempengaruhi kembali ke dunia hitam kelam. Semua itu tentu akan menjadi penyesalan di hari akhir nanti. Nas'alullaha as-salaamah wa-'afiyah
Taubat bukan sekedar di bibir. Taubat memerlukan kesungguhan. Satu di antara kesungguhan itu, adalah meninggalkan teman-teman yang suka menaburkan aroma kebusukan.
Allahu a'lam.
Majalah Qudwah ed.22/1435H/2014