Sabtu, 22 November 2014

Utang Piutang

Kehidupan di dunia tidak lepas dari berbagai kesulitan serta kesusahan yang menimpa. Terkadang dengan izin Allah kita mendapatkan keluasan rezeki dan ketentraman jiwa. Di kala yang lain, Allah uji kita dengan kesempitan dan beban hidup yang membuat kita susah memejamkan mata. Oleh karenanya, termasuk kemudahan Allah kepada kita adalah bolehnya meminjam harta orang lain saat membutuhkannya.

Tentu hal ini sesuai dengan hikmah Allah dan kebijaksanaan-Nya. Allah telah mengatur praktik pinjam meminjam harta ini dengan syariat-Nya. Untuk itu, amat penting untuk kita mengetahui aturan tersebut supaya kita mendapatkan kebaikan dan pahala ketika melaksanakannya.

1 Pinjamilah saudaramu
Ketika saudara kita sesama muslim butuh bantuan pinjaman, maka kita sangat dianjurkan untuk meminjaminya. Bukankah kita ingin mendapatkan pahala seperti bersedekah setiap hari?
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Siapa yang meminjamkan (harta) kepada orang lain, maka pahala sedekah akan terus mengalir kepadanya setiap hari dengan jumlah sebanyak yang dipinjamkan, sampai pinjaman tersebut dikembalikan." [HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah]


2 Berilah kelapangan, jangan dipersulit
Memudahkan orang lain dalam perkara utang, akan menyebabkan kita diselamatkan oleh Allah pada hari yang tidak ada ampunan kecuali ampunan-Nya.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Siapa yang ingin diselamatkan oleh Allah dari kesulitan-kesulitan hari kiamat, maka hendaklah ia mempermudah urusan seseorang atau hendaklah ia membebaskan utangnya." [HR. Muslim]


3 Tulislah dan hadirkan saksinya
Dalam urusan pinjam meminjam ini, tidak sedikit kita jumpai perselisihan yang berbuntut permusuhan. Hal ini karena tidak adanya bukti pinjam meminjam baik dari pihak peminjam atau yang meminjamkan.
Dari sinilah pentingnya kita memperhatikan dan melaksanakan perintah Allah untuk menuliskan akad pinjam meminjam dan menghadirkan saksi dalam akad ini.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman.
"Hai orang-orang yang berfirman, apabila kalian bermuamalah (jual-beli, utang piutang, sewa menyewa) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya..." [QS. Al-Baqarah;282]

Dalam ayat yang sama, Allah memerintahkan untuk menghadirkan saksi,
"...Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antara kalian). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridhoi, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya." [QS. Al-Baqarah;282]


4 Jangan berbuat riba
Dalam hutang piutang sangat rentan dengan praktik riba. Inilah yang terjadi di kalangan kaum musyrikin dan orang-orang Yahudi di zaman Rasulullah. Sayangnya sebagian muslimin menganggap remeh hal ini, bahkan menganggap bahwa praktik ini boleh dan serupa dengan jual beli. Padahal Allah telah berfirman,
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." [QS. Al-Baqarah;275]

"Allah telah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." [QS. Al-Baqarah;276]

Dalam ayat-ayat setelahnya Allah menegaskan dengan memerintahkan untuk menjauhi riba ini. Bahkan kepada yang membangkang Allah umumkan peperangan kepadanya,
"Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian." [QS. Al-Baqarah;279]

Maka hendaknya orang yang melakukan praktik ribawi bersiap mendapat kebangkrutan di dunia sekaligus di akhirat kelak, apabila tidak bertaubat.


5 Melebihkan pengembalian pinjaman, bolehkah?
Melebihkan jumlah  pengembalian pinjaman bagi peminjam dibolehkan dengan syarat tidak disebutkan dalam akad, baik secara tegas ataupun isyarat. Dan tambahan ini menjadi sebuah hadiah.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan amalan beliau. Beliau bersabda,
"Boleh ada kelebihan pembayaran, dan berubah menjadi hadiah, asal tidak diakadkan sebelumnya." [HR. Bukhari, Muslim, dan Abdur Razaq]

Bahkan Rasulullah pernah melakukan hal ini tatkala beliau meminjam hewan dan mengembalikan dengan yang lebih baik seraya mengatakan, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam melunasi." [Shahih, HR. Bukhari dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]

Namun bila menambah jumlah pengembalian barang itu telah menjadi suatu adat yang berlaku, maka sebaiknya kita jangan melakukannya. Dalam rangka kehati-hatian, sebab ditakutkan bahwa tambahan ini masuk dalam riba.

Harus diingat disini, bahwa hadiah tersebut diberikan setelah utang dilunasi. Tidak boleh sebelumnya. Apabila tidak terpenuhi syarat ini, maka terhitung sebagai riba. Bahkan seluruh bentuk manfaat yang diberikan sebelum pelunasan oleh orang yang berhutang kepada pihak yang menghutangi karena semata-mata utang tersebut, maka itu adalah riba.

Diriwayatkan dari shahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu,
"Setiap pinjaman yang menarik suatu manfaat maka itu adalah riba." [HR. Al-Harits bin Abi Usamah]


6 Bagi yang berhutang, perbanyaklah doa memohon kepada Allah untuk melepaskan hutangnya
Doa yang dibaca misalnya,
"Ya Allah, tutuplah auratku, berikanlah keamanan dari ketakutanku, dan lepaskanlah hutangku."
[HR. Ath-Thabrani dari shahabat Khabbab bin Al-Art radhiyallahu 'anhu, dihasankah oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami']


7 Disunnahkan mengucapkan tahmid (Alhamdulillah) setelah membayar utang
Sebagai rasa syukur kepada Allah subhanahu wa ta'ala.



majalah Tashfiyah ed.15/1433H/2012