Tidak ada yang disia-siakan oleh seorang muslim. Dalam menghadapi hari-hari yang telah, sedang, dan akan mereka lalui, pasti, mereka selalu memanfaatkannya dan tidak menyia-nyiakan berlalu begitu saja.
Waktu yang dimiliki oleh manusia ada tiga macam. Waktu yang telah berlalu, waktu yang sekarang, dan waktu yang akan datang. Termasuk sifat orang mukmin, ia selalu gunakan 3 waktu ini dengan sebaik-baiknya.
Waktu yang pertama, waktu yang telah lalu. Waktu yang telah berlalu dan telah ia gunakan. Waktu tersebut bukan serta merta ia lupakan dan ia tinggalkan. Seorang mukmin selalu menjadikan waktu yang telah berlalu itu untuk bahan tafakur, merenung, mengintrospeksi dan mengevaluasi apa yang telah ia lakukan dan ia amalkan pada waktu tersebut. Jika ia mendapati adanya kekurangan atau ketidaksempurnaan dalam apa yang telah ia lakukan, maka ia pun bertekad untuk bisa memperbaikinya di waktu yang akan datang.
Allah menegaskan,
"Wahai sekalian orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah, dan hendaknya setiap jiwa melihat apa yang telah dia upayakan pada masa lalunya untuk kebaikan masa yang akan datangnya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan." [QS. Al-Hasyr; 18]
Di awal ayat, Allah memerintahkan kaum mukminin agar mereka bertaqwa kepada Allah. Selanjutnya, Allah pun perintahkan mereka untuk mengevaluasi amalan ketaqwaan yang telah mereka amalkan. Jika mereka dapati padanya kekurangan, maka Allah kembali memerintahkan mereka untuk kembali bertaqwa kepada Allah, tentu dengan ketaqwaan yang lebih baik dari ketaqwaan yang sebelumnya.
Waktu yang kedua, adalah waktu sekarang. Waktu yang mereka berada padanya. Mengenai waktu ini, seorang mukmin pun selalu berusaha untuk menggunakannya dalam hal-hal yang bermanfaat untuk dirinya kelak. Ketika ia meyakini bahwa waktu sekarang adalah modal yang Allah berikan padanya, ia paham betul bahwa ia tidak mengetahui apakah besok masih diberi modal kembali oleh Allah ataukah tidak, ia pun tidak menyia-nyiakan hari ini dengan amalan-amalan yang tidak bernilai dan sia-sia. Lebih dari itu, ia pun penuhi hari-harinya dengan berbagai amal sholih yang mampu ia lakukan di hari itu. Dengan penuh harap, semoga amalan yang ia lakukan benar-benar diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala.
Waktu yang ketiga ialah waktu yang akan datang. Seorang mukmin tidak menyia-nyiakan waktu yang akan datang. Ia isi waktu itu dengan amal sholih dan kebajikan. Bagaimana cara dia mengisinya? Bukankah waktu itu masih belum ia temui?
Ya, ia mengisi hari-hari yang akan datang itu dengan niat-niat yang shalih. Ia niatkan dengan penuh kepastian bahwa ia akan beribadah melakukan amalan ini dan itu jika ia masih diberi waktu esok.
Harapannya apa? Harapannya, ketika ia ternyata tidak diberi jatah hidup besok, maka dengan niat yang sungguh yang telah ia niatkan, maka ia pun berhak mendapatkan pahala atas niat sholih yang ia utarakan.
Bukankah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang telah bertekad hendak melakukan satu amalan kebaikan, akan tetapi kemudian ia terhalangi dari mengamalkannya, maka tercatat untuknya satu kebaikan. Adapun jika ia benar melakukannya, maka tercatat untuknya 10 kebaikan sampai 700 kebaikan." [HR. Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Semoga kita digolongkan sebagai mukmin yang mampu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Amin. Wallahu a'lam.
sumber : majalah Tashfiyah ed.37/1435H/2014
Waktu yang dimiliki oleh manusia ada tiga macam. Waktu yang telah berlalu, waktu yang sekarang, dan waktu yang akan datang. Termasuk sifat orang mukmin, ia selalu gunakan 3 waktu ini dengan sebaik-baiknya.
Waktu yang pertama, waktu yang telah lalu. Waktu yang telah berlalu dan telah ia gunakan. Waktu tersebut bukan serta merta ia lupakan dan ia tinggalkan. Seorang mukmin selalu menjadikan waktu yang telah berlalu itu untuk bahan tafakur, merenung, mengintrospeksi dan mengevaluasi apa yang telah ia lakukan dan ia amalkan pada waktu tersebut. Jika ia mendapati adanya kekurangan atau ketidaksempurnaan dalam apa yang telah ia lakukan, maka ia pun bertekad untuk bisa memperbaikinya di waktu yang akan datang.
Allah menegaskan,
"Wahai sekalian orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah, dan hendaknya setiap jiwa melihat apa yang telah dia upayakan pada masa lalunya untuk kebaikan masa yang akan datangnya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan." [QS. Al-Hasyr; 18]
Di awal ayat, Allah memerintahkan kaum mukminin agar mereka bertaqwa kepada Allah. Selanjutnya, Allah pun perintahkan mereka untuk mengevaluasi amalan ketaqwaan yang telah mereka amalkan. Jika mereka dapati padanya kekurangan, maka Allah kembali memerintahkan mereka untuk kembali bertaqwa kepada Allah, tentu dengan ketaqwaan yang lebih baik dari ketaqwaan yang sebelumnya.
Waktu yang kedua, adalah waktu sekarang. Waktu yang mereka berada padanya. Mengenai waktu ini, seorang mukmin pun selalu berusaha untuk menggunakannya dalam hal-hal yang bermanfaat untuk dirinya kelak. Ketika ia meyakini bahwa waktu sekarang adalah modal yang Allah berikan padanya, ia paham betul bahwa ia tidak mengetahui apakah besok masih diberi modal kembali oleh Allah ataukah tidak, ia pun tidak menyia-nyiakan hari ini dengan amalan-amalan yang tidak bernilai dan sia-sia. Lebih dari itu, ia pun penuhi hari-harinya dengan berbagai amal sholih yang mampu ia lakukan di hari itu. Dengan penuh harap, semoga amalan yang ia lakukan benar-benar diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala.
Waktu yang ketiga ialah waktu yang akan datang. Seorang mukmin tidak menyia-nyiakan waktu yang akan datang. Ia isi waktu itu dengan amal sholih dan kebajikan. Bagaimana cara dia mengisinya? Bukankah waktu itu masih belum ia temui?
Ya, ia mengisi hari-hari yang akan datang itu dengan niat-niat yang shalih. Ia niatkan dengan penuh kepastian bahwa ia akan beribadah melakukan amalan ini dan itu jika ia masih diberi waktu esok.
Harapannya apa? Harapannya, ketika ia ternyata tidak diberi jatah hidup besok, maka dengan niat yang sungguh yang telah ia niatkan, maka ia pun berhak mendapatkan pahala atas niat sholih yang ia utarakan.
Bukankah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang telah bertekad hendak melakukan satu amalan kebaikan, akan tetapi kemudian ia terhalangi dari mengamalkannya, maka tercatat untuknya satu kebaikan. Adapun jika ia benar melakukannya, maka tercatat untuknya 10 kebaikan sampai 700 kebaikan." [HR. Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Semoga kita digolongkan sebagai mukmin yang mampu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Amin. Wallahu a'lam.
sumber : majalah Tashfiyah ed.37/1435H/2014