Jumat, 22 Agustus 2014

Muliakan Saudaramu dengan Nasehat

Manusia adalah makhluk yang senantiasa berbuat alpa. Terkadang menyelisihi perintah atau larangan Allah dengan sengaja, terkadang pula tidak sengaja. Disinilah letak pentingnya suatu nasehat. Supaya mereka senantiasa kembali kepada Allah setelah sikap alpanya. Lebih dari itu, nesehat-menasehati termasuk bentuk kewajiban Allah atas hamba-Nya. 



Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya, dia segera memperbaikinya." [HR. Bukhari dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Al-Adabul Mufrad]

Rasulullah juga bersabda,
"Agama itu nasehat." Kami bertanya, "Untuk siapakah itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan orang-orang awam dari mereka." [HR. Bukhari dan Muslim]

Nah, bagaimana ya caranya kita menasehati ?


1. Ikhlaskan niat
Inilah pokok setiap amalan, yaitu ikhlas semata-mata untuk mengharapkan wajah Allah ta'ala. Tak terkecuali dalam memberi nasehat. Ikhlas dalam memberi nasehat memiliki pahala yang sangat besar. Apalagi bila yang diberi nasehat mau mewujudkan nasehat itu. Tentu pemberi nasehat juga akan mendapatkan bagian pahala dari amalan tersebut.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Siapa saja yang menunjukkan kepada kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang melakukannya." [HR. Muslim dari shahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu]


2. Memberi nasehat dengan halus, penuh adab dan lemah lembut
Hal ini dikarenakan memberi nasehat adalah bagian dari dakwah. Sedangkan hukum asal dakwah adalah dilakukan dengan lemah lembut. Ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam,
"Sesungguhnya kelemahlembutan tidaklah berada dalam sesuatu kecuali menghiasinya. Dan tidaklah terpisah darinya kecuali memperburuknya." [HR. Muslim]

Rasulullah sendiri adalah seorang juru nasehat yang terbaik. Allah menerangkan dalam Al-Qur'an bahwa salah satu kunci sukses dakwah dan pengarahan beliau adalah sikap lemah lembut.
Allah berfirman,
"Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." [QS. Ali Imran; 159]


3. Memilih waktu yang tepat untuk memberi nasehat
Tidak semua orang selalu siap menerima nasehat. Ada masa dimana seseorang sedang terbebani dengan berbagai perkara, sehingga ia tidak siap menerima nasehat. Ada masanya pula qalbu dapat menerima kritikan dan nasehat. Yaitu biasanya saat longgar tiada beban yang berarti. Jadi, seorang pemberi nasehat hendaknya memilih waktu yang tepat.

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu pernah berkata,
"Qalbu itu memiliki rasa suka dan keterbukaan. Qalbu juga memiliki kemalasan dan penolakan. Maka, raihlah ketika ia suka dan menerima. Dan tinggalkanlah ia ketika malas dan menolak."

Demikianlah hendaknya seorang pemberi nasehat mencari waktu dalam menasehati. Namun, bila takut terlamabat apabila nasehat ditunda, boleh baginya menasehati secepatnya. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pun pernah langsung mengarahkan seorang shahabat yang salah. Yaitu tatkala mendapati shahabat tersebut tidak tuma'ninah dalam shalatnya. Beliau memerintahkan shahabat ini mengulangi shalatnya sampai tiga kali. Maka shahabat itupun mengatakan, "Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari itu." Maka Rasulullah bersabda,
"Apabila kamu berdiri untuk shalat maka bertakbirlah. Kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur'an. Lalu rukuklah dengan tuma'ninah. Kemudian bangkitlah hingga kamu berdiri tegak..." [HR. Bukhari dan Muslim]

Apa yang beliau shalallahu 'alaihi wasallam lakukan ini bukan sedang memburuk-burukkan atau menyiarkan kesalahan orang tersebut. Karena saat itu adalah waktu yang tepat untuk menasehatinya. Sebab, apabila dibiarkan maka shahabat tersebut tidak akan diterima shalatnya. Karena tuma'ninah dalam shalat adalah rukun shalat.


4. Dengan rahasia tanpa diketahui oleh orang lain
Merahasiakan nasehat merupakan perkara yang penting. Betapa banyak seseorang yang berniat memberi nasehat, namun ia lakukan di depan umum. Akibatnya pihak yang diberi nasehat merasa dipermalukan.
Bukanlah suatu nasehat bila dilakukan secara terbuka.
Al Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, "Seorang mukmin menutup (aib saudaranya) dan menasehatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku kemaksiatan), ia membeberkan (aib saudaranya) dan memburuk-burukkannya."

Menasehati seseorang di depan umum bahkan termasuk menampakkan dan menyebarluaskan aib orang lain. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya. Allah berfirman,
"Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui." [QS. An Nur; 19]

Perintah untuk memberi nasehat secara sembunyi-sembunyi ini lebih ditekankan lagi bila yang diberi nasehat adalah seorang yang memiliki kedudukan di mata masyarakat. Semisal seorang pemimpin negara.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa ingin menasehati seorang pemimpin, maka janganlah dinampakkan terang-terangan. Hendaknya ia ambil tangannya dan bersendirian dengannya." [HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Zhilalul Jannah]

Berdasarkan dalil ini, maka sangat jelas batilnya apa yang dilakukan oleh banyak orang yang melakukan kampanye, demo, atau orasi yang menentang pemerintahan. Walaupun yang beralasan sedang menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar. Sebab perbuatan ini tidaklah sesuai dengan sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Wallahu a'lam.


sumber : majalah Tashfiyah ed.29/1434H/2013