Ibadah Haji memiliki keutamaan yang sangat besar dan pahala yang sangat agung.
At-Tirmidzi meriwayatkan dan menshahihkan hadits dari Ibnu Mas'ud secara marfu',
"Runtutkanlah antara haji dengan umrah karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana alat peniup menghilangkan kotoran pada besi, emas, dan perak. Tiada balasan bagi haji mabrur, kecuali surga."
Diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahihain dari Aisyah, ia berkata,
"Kami melihat bahwa jihad adalah amal perbuatan yang paling afdhal, maka apakah kami tidak berjihad?" Beliau menjawab, "Akan tetapi jihad yang paling utama adalah haji mabrur." [HR. Bukhari, 1861, 4/93]
Haji mabrur adalah haji yang tidak tercampur dengan dosa sedikitpun, hukum-hukumnya dilaksanakan dengan sempurna. Maka, sudah berada pada posisi paling sempurna. Ada yang mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima.
Jika seseorang sudah berketetapan untuk menunaikan ibadah haji, hendaknya ia bertaubat dari segala macam maksiat dan keluar dari berbagai kedzaliman dengan mengembalikan semuanya kepada yang berhak. Dia harus mengembalikan barang-barang titipan dan barang-barang yang dipinjam, membayarkan hutang-hutangnya, meminta maaf dari berbagai kedzalimannya kepada orang lain, dan menulis wasiat.
Hendaknya ia menunjuk seorang wakil yang akan menyelesaikan semua urusan ini jika ia merasa tidak bisa melakukan penyelesaian berbagai tanggungan dan hak-hak orang lain pada dirinya.
Menjamin anak-anaknya dan semua orang yang ada di bawah tanggung jawabnya, berupa nafkah yang cukup untuk mereka hingga kepulangannya. Dia harus berupaya sekeras tenaga agar nafkah untuk orang-orang yang ditinggalkan itu dari harta yang halal dan menyiapkan nafkah itu hingga mencukupi agar mereka tidak memenuhi kebutuhannya dengan meminta-minta kepada orang lain, dan bekalnya juga harus yang layak.
Allah ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik." [QS. Al-Baqarah; 267]
Ia juga harus berupaya mencari kawan yang shalih sebagai orang yang bisa membantunya dalam perjalanan, membantu ketika menunaikan berbagai manasik haji, yang akan menunjukinya jika ia tersesat, dan yang mengingatkannya jika ia lupa.
Wajib baginya untuk berniat mencari keridhaan Allah dalam beribadah haji. Ia juga harus senantiasa lemah lembut dan berakhlak baik.
Ia juga harus menjauhi perdebatan; tidak menyempitkan orang lain di jalan-jalan; menjaga lidahnya dari mencela, ghibah, dan semua yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.
sumber : Al-Mulakhkhash Al-Fiqh ; Syaikh Shalih bin Fauzan.
At-Tirmidzi meriwayatkan dan menshahihkan hadits dari Ibnu Mas'ud secara marfu',
"Runtutkanlah antara haji dengan umrah karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana alat peniup menghilangkan kotoran pada besi, emas, dan perak. Tiada balasan bagi haji mabrur, kecuali surga."
Diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahihain dari Aisyah, ia berkata,
"Kami melihat bahwa jihad adalah amal perbuatan yang paling afdhal, maka apakah kami tidak berjihad?" Beliau menjawab, "Akan tetapi jihad yang paling utama adalah haji mabrur." [HR. Bukhari, 1861, 4/93]
Haji mabrur adalah haji yang tidak tercampur dengan dosa sedikitpun, hukum-hukumnya dilaksanakan dengan sempurna. Maka, sudah berada pada posisi paling sempurna. Ada yang mengatakan bahwa haji mabrur adalah haji yang diterima.
Jika seseorang sudah berketetapan untuk menunaikan ibadah haji, hendaknya ia bertaubat dari segala macam maksiat dan keluar dari berbagai kedzaliman dengan mengembalikan semuanya kepada yang berhak. Dia harus mengembalikan barang-barang titipan dan barang-barang yang dipinjam, membayarkan hutang-hutangnya, meminta maaf dari berbagai kedzalimannya kepada orang lain, dan menulis wasiat.
Hendaknya ia menunjuk seorang wakil yang akan menyelesaikan semua urusan ini jika ia merasa tidak bisa melakukan penyelesaian berbagai tanggungan dan hak-hak orang lain pada dirinya.
Menjamin anak-anaknya dan semua orang yang ada di bawah tanggung jawabnya, berupa nafkah yang cukup untuk mereka hingga kepulangannya. Dia harus berupaya sekeras tenaga agar nafkah untuk orang-orang yang ditinggalkan itu dari harta yang halal dan menyiapkan nafkah itu hingga mencukupi agar mereka tidak memenuhi kebutuhannya dengan meminta-minta kepada orang lain, dan bekalnya juga harus yang layak.
Allah ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik." [QS. Al-Baqarah; 267]
Ia juga harus berupaya mencari kawan yang shalih sebagai orang yang bisa membantunya dalam perjalanan, membantu ketika menunaikan berbagai manasik haji, yang akan menunjukinya jika ia tersesat, dan yang mengingatkannya jika ia lupa.
Wajib baginya untuk berniat mencari keridhaan Allah dalam beribadah haji. Ia juga harus senantiasa lemah lembut dan berakhlak baik.
Ia juga harus menjauhi perdebatan; tidak menyempitkan orang lain di jalan-jalan; menjaga lidahnya dari mencela, ghibah, dan semua yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.
sumber : Al-Mulakhkhash Al-Fiqh ; Syaikh Shalih bin Fauzan.