Senin, 05 Mei 2014

Hukum Obat Pencegah Haidh

tanya :
Bolehkah seorang wanita mengkonsumsi obat yang bisa mencegah datangnya haidh?

jawab :
Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab,


"Apabila wanita yang menggunakan obat pencegah haidh tidak mendapati mudharat/dampak negatif pada obat tersebut dari sisi kesehatan, maka tidak mengapa menggunakannya, namun dengan syarat harus seizin suaminya -bila ia sudah bersuami-. Akan tetapi, sepanjang yang saya ketahui, obat-obatan pencegah haidh tersebut dapat memudharatkan wanita yang menggunakannya. Telah diketahui pula, bahwa keluarnya darah haidh itu sifatnya alamiah, sementara sesuatu yang sifatnya alamiah bila ditahan/dicegah pada waktu yang semestinya ia keluar niscaya akan memberikan dampak negatif bagi tubuh.


Sisi lain dari dampak negatif obat-obatan ini adalah mengacaukan waktu kebiasaan haidh (adat) seorang wanita sehingga haidh akan datang di luar kebiasaan yang ada. Akibatnya, si wanita menjadi bimbang dan ragu (apakah darah yang menimpanya tersebut haidh atau bukan) dalam pelaksanaan shalatnya, dalam hubungannya dengan suaminya, dan lainnya. Karena itulah, dalam penggunaan obat-obatan semacam itu saya tidak mengatakannya haram, akan tetapi aku tidak menyukai bila seorang wanita menggunakannya karena mengkhawatirkan kemudharatan bagi dirinya.

Saya katakan, sepantasnya seorang wanita meridhai apa yang Allah tetapkan atas dirinya. Ketika Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam masuk menemui Ummul Mukminin 'Aisyah  radhiyallahu 'anha pada waktu haji wada', beliau dapati 'Aisyah sedang menangis sementara 'Aisyah telah berihram untuk umrah. Beliau pun bersabda,
"Ada apa dengan dirimu? Apakah engkau ditimpa haidh?"
'Aisyah menjawab, "iya."
Beliau bersabda, "Sesungguhnya haidh ini adalah perkara yang telah Allah tetapkan atas anak-anak perempuan Adam." [HR. Bukhari dan Muslim]

Oleh karena itu, yang sepantasnya bagi seorang wanita adalah bersabar dan mengharapkan pahala. Apabila ia berhalangan untuk menunaikan ibadah puasa dan shalat karena haidh yang menimpanya, sungguh pintu dzikir terbuka baginya, Alhamdulillaah. Ia bisa berdzikir kepada Allah, bertasbih (menyucikan Allah), ia bisa bersedekah serta berbuat baik kepada orang lain dengan ucapan dan perbuatan, ini termasuk amalan yang paling utama."
[Majmu' Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin, II/283]


sumber : majalah Asy-Syariah no.64/1431H/2010