Sutrah adalah sesuatu yang dijadikan sebagai penghalang, apapun bentuk/jenisnya. Sutrah orang yang sholat adalah apa yang ditancapkan dan dipancangkan di hadapannya berupa tongkat atau yang lainnya ketika hendak mendirikan sholat atau sesuatu yang sudah tegak dengan sendirinya yang sudah ada di hadapannya, seperti dinding atau tiang, guna mencegah orang yang hendak berlalu-lalang didepannya saat ia sedang sholat. Sutrah harus ada di hadapan orang yang sedang sholat karena dengan sholatnya berarti ia sedang bermunajat kepada Allah ta'ala. Sehingga, bila ada sesuatu yang lewat dihadapannya akan memutus munajat tersebut serta mengganggu hubungan ia dengan Allah dalam sholatnya. Oleh sebab itu, siapa yang sengaja lewat didepan orang sholat, ia telah melakukan dosa yang besar.
[Al-Mausu'atul Fiqhiyah, 24/178, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2/939, Taudhihul Ahkam, 2/58]
[Al-Mausu'atul Fiqhiyah, 24/178, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 2/939, Taudhihul Ahkam, 2/58]
- Tiang Masjid
Tiang yang ada di Masjid dapat dijadikan sebagai sutrah sebagaimana ditunjukkan dalam riwayat berikut.
Yazid bin Abi 'Ubaid berkata, "Adalah Salamah ibnul Akwa radhiyallohu 'anhu memilih sholat di sisi tiang masjid tempat menyimpan mushaf. Maka aku tanyakan kepadanya, 'Wahai Abu Muslim, aku melihatmu menyengaja memilih sholat di sisi tiang ini'. Beliau menjawab,
"Aku melihat Nabi sholallohu 'alaihi wasallam memilih sholat di sisinya." [HR. Bukhari no.502 dan Muslim no.1136]
- Tongkat yang ditancapkan
Ibnu Umar radhiyallohu 'anhu memberitakan,
"Rasulullahsholallohu 'alaihi wasallam bila keluar ke tanah lapang untuk mengerjakan sholat Id, beliau memerintahkan pelayannya untuk membawa tombak lalu ditancapkan di hadapan beliau. Kemudian beliau sholat menghadapnya sementara manusia menjadi makmum di belakang beliau. Dan beliau juga melakukan hal tersebut dalam safarnya." [HR. Bukhari no.494 dan Muslim no.1115]
- Hewan tunggangan
Ibnu Umar radhiyallohu 'anhu mengabarkan perbuatan Nabi sholallohu 'alaihi wasallam,
"Adalah Nabi sholallohu 'alaihi wasallam melintangkan hewan tunggangannya (antara beliau dengan kiblat), lalu sholat menghadapnya." [HR. Bukhari no.507 dan Muslim no.1117]
- Pohon
Sekali waktu Nabi sholallohu 'alaihi wasallam sholat menghadap sebuah pohon, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad (1/138) dari Ali bin Abi Thalib radhiyallohu 'anhu, ia berkata,
"Sungguh aku melihat kami pada malam Badr, tidak ada seorang pun dari kami melainkan tertidur kecuali Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam, beliau sedang mengerjakan sholat menghadap ke arah sebuah pohon sebagai sutrahnya dan berdoa hingga pagi hari." [Al-Albani rahimahullah berkata, "Sanadnya shahih." Lihat Ashlu Shifah Shalatin Nabi, 1/120]
- Dinding/tembok
Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Sahl bin Sa'd As-Sa'idi radhiyallohu 'anhu,
"Jarak antara tempat berdirinya Rasulullah dalam sholatnya dengan tembok/dinding adalah sekadar lewatnya seekor kambing." [HR. Bukhari no.496 dan Muslim no.1134]
- Tempat tidur
Pada kali yang lain, beliau radhiyallohu 'anhu menjadikan tempat tidur sebagai sutrahnya sebagaimana berita dari istri beliau, Aisyah radhiyallohu 'anha,
"Sungguh aku melihat diriku dalam keadaan berbaring di atas tempat tidur lalu Nabi sholallohu 'alaihi wasallam datang, beliau berdiri menghadap bagian tengah tempat tidur, kemudian sholat." [HR. Bukhari no.508 dan Muslim no.1144]
Dalam lafadz yang lain, Aisyah radhiyallohu 'anha berkata,
"Sungguh aku melihat Nabi sholallohu 'alaihi wasallam sholat sementara aku berada diantara beliau dan kiblatnya dalam keadaan berbaring diatas tempat tidur." [HR. Bukhari no.511 dan Muslim no.1143]
- Benda yang tinggi
Boleh menjadikan sesuatu yang tinggi semisal mu'khiratur rahl sebagai sutrah. Mu'khiratur rahl adalah kayu yang berada di bagian belakang pelana hewan tunggangan yang dijadikan sebagai sandaran si penunggang hewan tersebut. Tingginya sekitar 2/3 hasta. [Nailul Authar 3/4, Taudhihul Ahkam 2/64, Asy-Syarhul Mumti' 1/731]
Aisyah radhiyallohu 'anha berkata, "Nabi sholallohu 'alaihi wasallam pernah ditanya dalam Perang Tabuk tentang tinggi sutrah orang yang sholat. Maka beliau menjawab, "Semisal mu'khiratur rahl." [HR. Muslim no.1113]
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam pernah bersabda,
"Apabila salah seorang dari kalian meletakkan semisal mu'khiratur rahl di hadapannya maka silahkan ia sholat dan jangan memperdulikan orang yang lewat di belakang sutrahnya tersebut." [HR. Muslim no.1111]
Tidak cukup dengan Garis
Adapun sekedar garis didepan orang yang sholat tidaklah cukup sebagai sutrah. [Subulus Salam 1/227]
Al-Qarafi rahimahullah mengatakan, "Ini adalah pendapat jumhur fuqaha." [Adz-Dzakirah 2/154]
Walaupun ada sebagian ahlul ilmi berpandangan garis dapat dijadikan sebagai sutrah. Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad (2/255), Abu Dawud (no.689), dan Ibnu Hibban (no.2369) dari Abu Hurairah radhiyallohu 'anhu,
"Apabila salah seorang dari kalian sholat, hendaklah ia menjadikan sesuatu di hadapannya (sebagai sutrah). Bila ia tidak mendapatkan sesuatu hendaklah ia menancapkan tongkat. Bila tidak ada tongkat, hendaklah ia membuat sebuah garis dan tidak memudharatkannya apa yang lewat di hadapannya."
Al-Imam Al-Albani rahimahullah berkata dalam Tamamul Minnah,
"Hadits ini sanadnya dhaif, tidak shahih. Walaupun orang-orang yang disebutkan oleh penulis Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq) menganggapnya shahih. Namun ulama yang lebih banyak jumlahnya selain mereka telah mendhaifkan hadits ini dan mereka lebih kuat argumennya. Terlebih lagi adanya perselisihan dalam riwayat dari Al-Imam Ahmad tentang permasalahan ini."
Al-Hafizh rahimahullah telah menukilkan dalam At-Tahdzib dari Al-Imam Ahmad, di mana disebutkan beliau berkata, "Permasalahan garis yang digunakan sebagai sutrah, haditsnya dhaif."
Sementara dalam At-Talkhish, Al-Hafizh rahimahullah menyebutkan pen-shahihan Ahmad sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullah dalam Al-Istidzkar terhadap hadits diatas, kemudian beliau (Al-Hafizh) berkata, "Sufyan bin Uyainah, Asy-Syafi'i, Al-Baghawi rahimahumullah dan selain mereka, telah mengisyaratkan kelemahan hadits ini."
Dalam At-Tahdzib juga disebutkan, "Ad-Daraquthni rahimahullah berkata, 'Hadits ini tidak shahih, tidak tsabit'. Asy-Syafi'i rahimahullah berkata dalam Sunan Harmalah, 'Seseorang yang sholat tidak cukup membuat garis didepannya untuk dijadikan sebagai sutrah kecuali bila disana ada hadits yang tsabit'. Al-Imam Malik rahimahullah berkata dalam Al-Mudawwanah, 'Garis yang digunakan sebagai sutrah adalah batil'.
Dari kalangan ulama muta'akhirin yang men-dhaifkan hadits ini adalah Ibnush Shalah, An-Nawawi, Al-'Iraqi dan yang lainnya. Inilah pendapat yang benar karena hadits ini memiliki dua illat (penyakit yang mencacati), yaitu idhthirab dan jahalah, yang menghalanginya untuk dihukumi hasan, terlebih lagi dihukumi shahih." [Tamamul Minnah hal.300-301]
Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berdalil dengan hadits mu'khiratur rahl untuk menyatakan garis didepan orang yang sholat tidaklah cukup sebagai sutrah. [Al-Ikmal lil Qadhi Iyadh 2/414]
Al-Qarafi rahimahullah berkata menukil dari penulis kitab An-Nawadir, bahwa lubang dan sungai maupun segala sesuatu yang tidak tertancap dengan tegak, seperti garis misalnya, bukanlah termasuk sutrah. [Adz-Dzakhirah 2/155]
sumber : majalah Asy-Syariah no.38/1429H/2008