Sepuluh hal tidak bermanfaat yang harus ditinggalkan. Siapa yang menjauhinya, kemudian berhias dengan kebalikannya, predikat seorang muttaqi (orang yang bertaqwa) akan direngkuh. Kebahagiaan dalam kedamaian akan dinikmati. Maka hayatan thayyibah, kehidupan yang baik lagi makmur pun diraih.
10 hal tersebut adalah :
1. Ilmu yang tidak diamalkan. Bukan hanya sia-sia, bahkan ilmu tanpa amal akan menjadi beban yang dia pikul di akhirat. Justru ilmu akan menuntut dan memberatkan hisab atas pemiliknya..
Ibnul Jauzi rahimahullah pernah mengatakan, "Yang paling kasihan adalah seorang yang menghabiskan umurnya untuk menuntut ilmu agama namun tidak ia amalkan. Hilang darinya kelezatan dunia, lenyap pula kenikmatan akhirat. Ia dihadapkan kepada Allah dalam keadaan bangkrut, bersamaan dengan kuatnya tuntutan Allah atasnya."
2. Amalan yang tidak ikhlas dan tidak sesuai dengan bimbingan Nabi sholallohu 'alaihi wasallam. Padahal, dua hal ini adalah syarat mutlak diterimanya amal. Tidak terpenuhinya salah satu syarat ini, amalan bagai debu terbang tertiup angin. Tertolak, tidak bernilai. Walaupun dilaksanakan dengan penuh semangat, serta pengorbanan yang tidak sedikit. Ya, karena Allah mensyaratkan keduanya sekaligus.
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku, 'Bahwa sesungguhnya sesembahan kalian itu adalah Tuhan Yang Esa'. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepadaNya." [QS. Al-Kahfi ; 110]
Ibnul Qayyim rahimahullah menafsirkan amal shalih adalah yang sesuai dengan bimbingan Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam. Adapun tidak menyekutukan Allah artinya ikhlas dalam amalannya. Bagi mereka yang mewujudkan dua hal ini sekaligus, dialah orang yang mengharap pertemuan dengan Allah.
3. Harta yang hanya disimpan. Tidak dinikmati di dunia, tidak pula disedekahkan untuk masa depan yang akan dijelang, negeri akhirat.
Abu Hurairah radhiyallohu 'anhu berkata, "Ilmu yang tidak diamalkan, bagaikan harta yang tidak diinfakkan di jalan Allah."
Tidak akan bermanfaat, bahkan tuntutan hisab yang berat pada hari kiamat.
4. Qalbu yang kosong dari mahabbatullah (cinta kepada Allah), tidak ada kerinduan untuk bersua dengan-Nya, tidak ada pula ketentraman untuk mendekat kepada-Nya. Karena qalbu adalah pusat komando pergerakan jasad layaknya raja kepada pasukannya. Qalbu yang penuh kecintaan kepada Allah akan mengarahkan anggota badannya dalam ketundukan dan ketaatan kepada Allah. Yaitu qalbu yang senantiasa bergantung kepada-Nya, bersandar, dan berharap hanya kepada-Nya. Maka lahir dan batin akan terkondisi dalam peribadahan kepada-Nya.
5. Jasmani yang tidak pernah dipakai untuk melaksanakan ketaatan dan berkhidmat kepada-Nya. Inilah salah satu bentuk kufur nikmat. Sehatnya jasmani adalah anugerah agung. Diantara bentuk syukurnya adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah. Ketika tidak demikian, maka dosa akan menjeratnya. Anggota badannya akan bersaksi menuntutnya di hadapan Allah.
"Pada hari (kiamat) ketika lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." [QS. An Nur; 24]
6. Cinta kepada Allah, namun tidak berupaya untuk menggapai keridhaan-Nya. Ini adalah cinta palsu, sekedar pengakuan dusta. Cinta yang sesungguhnya akan menumbuhkan pengagungan dalam penghambaan dan ketundukan. Cinta sejati akan mengarahkan kepada ketaatan. Cinta yang murni akan menjadikan selalu rindu untuk bermunajat dan bertemu dengan-Nya. Dengan demikian, keridhaan Allah akan ia gapai. Inilah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, beliau selalu dalam penghambaan yang sempurna kepada Allah. Dan, cinta kita kepada-Nya, adalah dengan mengikuti beliau.
7. Waktu yang berlalu tanpa muhasabah, melihat banyak kekurangan yang ada pada diri untuk diperbaiki. Yang seharusnya dengan muhasabah ini, dari waktu ke waktu ia semakin meningkat ketaatannya, semakin dekat dengan Allah. Maka bagi seorang mukmin, waktu sangat berharga, lebih dari sekedar materi dunia. Karena waktu adalah tempat beramal. Betapa beruntung orang yang memanfaatkannya, niscaya celaka siapa yang melalaikannya. Cukuplah hal ini ditunjukkan oleh satu surat Al Qur'an, yang Allah buka dengan sumpah dengan waktu.
"Demi masa, sesungguhnya setiap manusia berada dalam kerugian..." [QS. Al 'Ashr]
8. Pikiran yang terus berkelana dalam perkara yang tiada bermanfaat. Jiwa berandai-andai, angan melayang, adalah celah yang lapang bagi syaithan untuk masuk kemudian mengendalikan. Syaithan selalu melukiskan keindahan dalam benaknya. Panjang angan-angan, lupa dengan kematian yang sudah sangat dekat. Target duniawi selalu melampaui kemampuannya. Pikiran selalu sibuk, tidak ada secuil pun tempat untuk dzikir kepada Allah, apalagi ingat negeri akhirat.
9. Berkhidmat kepada siapa saja yang tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah, tidak pula membuat dunianya lebih baik. Maka kerugian dunia dan akhirat adalah kepastian bagi orang seperti ini. Karena kedekatan kepada Allah berarti keutamaan yang besar. Bantuan, pertolongan, bimbingan, taufik, dan rahmat akan didapatkan oleh hamba tersebut. Semakin jauh dari Allah, semakin jauh pula dirinya dari berbagai keutamaan tersebut. Lalu apa yang diharapkan setelah itu?
10. Rasa takut dan harapan penuh kepada selain Allah. Bersandar kepada sesama makhluk yang lemah, bahkan makhluk itupun butuh kepada sandaran yang lain. Sangat rapuh, tidak mampu memberikan kemanfaatan atau menolak marabahaya untuk orang yang bersandar kepadanya. Bahkan, untuk dirinya sendiri kadang tidak mampu, walaupun sekecil apa. Apalagi urusan mematikan, menghidupkan, dan membangkitkan.
Ada dua pokok dari 10 hal ini, yaitu...
Menyia-nyiakan qalbu dan waktu. Menyia-nyiakan qalbu dengan lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, yaitu mengikuti hawa nafsu. Menyia-nyiakan waktu dengan panjang angan-angan, lupa kematian. Segala bentuk kerusakan bermuara pada dua hal ini. Sebagaimana segala kebaikan itu berkumpul dalam mengikuti petunjuk dan bersiap-siap untuk bertemu dengan-Nya.
Hanya Allah-lah tempat meminta pertolongan. Allahu a'lam.
[Al-Fawaid karya Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah]
sumber : majalah Tashfiyah ed.18/1433H/2012
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." [QS. An-Nahl ; 97]
10 hal tersebut adalah :
1. Ilmu yang tidak diamalkan. Bukan hanya sia-sia, bahkan ilmu tanpa amal akan menjadi beban yang dia pikul di akhirat. Justru ilmu akan menuntut dan memberatkan hisab atas pemiliknya..
Ibnul Jauzi rahimahullah pernah mengatakan, "Yang paling kasihan adalah seorang yang menghabiskan umurnya untuk menuntut ilmu agama namun tidak ia amalkan. Hilang darinya kelezatan dunia, lenyap pula kenikmatan akhirat. Ia dihadapkan kepada Allah dalam keadaan bangkrut, bersamaan dengan kuatnya tuntutan Allah atasnya."
2. Amalan yang tidak ikhlas dan tidak sesuai dengan bimbingan Nabi sholallohu 'alaihi wasallam. Padahal, dua hal ini adalah syarat mutlak diterimanya amal. Tidak terpenuhinya salah satu syarat ini, amalan bagai debu terbang tertiup angin. Tertolak, tidak bernilai. Walaupun dilaksanakan dengan penuh semangat, serta pengorbanan yang tidak sedikit. Ya, karena Allah mensyaratkan keduanya sekaligus.
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku, 'Bahwa sesungguhnya sesembahan kalian itu adalah Tuhan Yang Esa'. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepadaNya." [QS. Al-Kahfi ; 110]
Ibnul Qayyim rahimahullah menafsirkan amal shalih adalah yang sesuai dengan bimbingan Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam. Adapun tidak menyekutukan Allah artinya ikhlas dalam amalannya. Bagi mereka yang mewujudkan dua hal ini sekaligus, dialah orang yang mengharap pertemuan dengan Allah.
3. Harta yang hanya disimpan. Tidak dinikmati di dunia, tidak pula disedekahkan untuk masa depan yang akan dijelang, negeri akhirat.
Abu Hurairah radhiyallohu 'anhu berkata, "Ilmu yang tidak diamalkan, bagaikan harta yang tidak diinfakkan di jalan Allah."
Tidak akan bermanfaat, bahkan tuntutan hisab yang berat pada hari kiamat.
4. Qalbu yang kosong dari mahabbatullah (cinta kepada Allah), tidak ada kerinduan untuk bersua dengan-Nya, tidak ada pula ketentraman untuk mendekat kepada-Nya. Karena qalbu adalah pusat komando pergerakan jasad layaknya raja kepada pasukannya. Qalbu yang penuh kecintaan kepada Allah akan mengarahkan anggota badannya dalam ketundukan dan ketaatan kepada Allah. Yaitu qalbu yang senantiasa bergantung kepada-Nya, bersandar, dan berharap hanya kepada-Nya. Maka lahir dan batin akan terkondisi dalam peribadahan kepada-Nya.
5. Jasmani yang tidak pernah dipakai untuk melaksanakan ketaatan dan berkhidmat kepada-Nya. Inilah salah satu bentuk kufur nikmat. Sehatnya jasmani adalah anugerah agung. Diantara bentuk syukurnya adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah. Ketika tidak demikian, maka dosa akan menjeratnya. Anggota badannya akan bersaksi menuntutnya di hadapan Allah.
"Pada hari (kiamat) ketika lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." [QS. An Nur; 24]
6. Cinta kepada Allah, namun tidak berupaya untuk menggapai keridhaan-Nya. Ini adalah cinta palsu, sekedar pengakuan dusta. Cinta yang sesungguhnya akan menumbuhkan pengagungan dalam penghambaan dan ketundukan. Cinta sejati akan mengarahkan kepada ketaatan. Cinta yang murni akan menjadikan selalu rindu untuk bermunajat dan bertemu dengan-Nya. Dengan demikian, keridhaan Allah akan ia gapai. Inilah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, beliau selalu dalam penghambaan yang sempurna kepada Allah. Dan, cinta kita kepada-Nya, adalah dengan mengikuti beliau.
7. Waktu yang berlalu tanpa muhasabah, melihat banyak kekurangan yang ada pada diri untuk diperbaiki. Yang seharusnya dengan muhasabah ini, dari waktu ke waktu ia semakin meningkat ketaatannya, semakin dekat dengan Allah. Maka bagi seorang mukmin, waktu sangat berharga, lebih dari sekedar materi dunia. Karena waktu adalah tempat beramal. Betapa beruntung orang yang memanfaatkannya, niscaya celaka siapa yang melalaikannya. Cukuplah hal ini ditunjukkan oleh satu surat Al Qur'an, yang Allah buka dengan sumpah dengan waktu.
"Demi masa, sesungguhnya setiap manusia berada dalam kerugian..." [QS. Al 'Ashr]
8. Pikiran yang terus berkelana dalam perkara yang tiada bermanfaat. Jiwa berandai-andai, angan melayang, adalah celah yang lapang bagi syaithan untuk masuk kemudian mengendalikan. Syaithan selalu melukiskan keindahan dalam benaknya. Panjang angan-angan, lupa dengan kematian yang sudah sangat dekat. Target duniawi selalu melampaui kemampuannya. Pikiran selalu sibuk, tidak ada secuil pun tempat untuk dzikir kepada Allah, apalagi ingat negeri akhirat.
9. Berkhidmat kepada siapa saja yang tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah, tidak pula membuat dunianya lebih baik. Maka kerugian dunia dan akhirat adalah kepastian bagi orang seperti ini. Karena kedekatan kepada Allah berarti keutamaan yang besar. Bantuan, pertolongan, bimbingan, taufik, dan rahmat akan didapatkan oleh hamba tersebut. Semakin jauh dari Allah, semakin jauh pula dirinya dari berbagai keutamaan tersebut. Lalu apa yang diharapkan setelah itu?
10. Rasa takut dan harapan penuh kepada selain Allah. Bersandar kepada sesama makhluk yang lemah, bahkan makhluk itupun butuh kepada sandaran yang lain. Sangat rapuh, tidak mampu memberikan kemanfaatan atau menolak marabahaya untuk orang yang bersandar kepadanya. Bahkan, untuk dirinya sendiri kadang tidak mampu, walaupun sekecil apa. Apalagi urusan mematikan, menghidupkan, dan membangkitkan.
Ada dua pokok dari 10 hal ini, yaitu...
Menyia-nyiakan qalbu dan waktu. Menyia-nyiakan qalbu dengan lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, yaitu mengikuti hawa nafsu. Menyia-nyiakan waktu dengan panjang angan-angan, lupa kematian. Segala bentuk kerusakan bermuara pada dua hal ini. Sebagaimana segala kebaikan itu berkumpul dalam mengikuti petunjuk dan bersiap-siap untuk bertemu dengan-Nya.
Hanya Allah-lah tempat meminta pertolongan. Allahu a'lam.
[Al-Fawaid karya Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah]
sumber : majalah Tashfiyah ed.18/1433H/2012