Sobat, di zaman yang serba modern ini, maksiat sudah gampang banget dicari. Mulai dari warnet pinggir jalan sampai telepon genggam mudah sekali buat sarana maksiat. Tapi lebih parah lagi kalau maksiat ini jadi bahan kebanggan. Habis melakukan maksiat, eh..... dia cerita sana-sini. Nah, boleh nggak sih pamer maksiat ?!
Seorang muslim adalah seseorang yang memiliki kehormatan. Kehormatan muslim sangat besar disisi Alloh. Bahkan kehormatan Ka'bah yang merupakan tempat yang dicintai Alloh, tidak melebihi kehormatan seorang muslim.
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam suatu saat pernah bersabda saat beliau thawaf di seputar Ka'bah,
"Betapa harumnya engkau dan betapa harumnya aromamu. Betapa agungnya engkau dan betapa agungnya kehormatanmu. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, kehormatan seorang mukmin lebih agung di sisi Alloh darimu...." [HR. Ibnu Majah, dikatakan oleh Syaikh Al-Albani "shahih lighairih" didalam Shahihut Targhib]
Makanya, Alloh melarang seorang muslim untuk merusak kehormatan muslim yang lain. Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Setiap muslim atas muslim yang lain haram (untuk merusakkan) hartanya, kehormatannya, dan darahnya. Cukuplah seseorang dikatakan jelek dengan dia merendahkan saudaranya sesama muslim." [HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]
Nah, kalau orang lain saja tidak boleh merusak kehormatannya, apalagi dirinya sendiri. Alloh melarang mereka untuk merusak kehormatan diri mereka sendiri dengan melarang mereka berbuat maksiat dan dosa. Karena, maksiat dan dosa merupakan aib yang akan merusak kehormatannya. Selain melarang mereka berbuat dosa, Alloh juga melarang mereka untuk menyebarkannya jika sudah terjatuh ke dalamnya.
"Setiap umatku diampuni kecuali orang-orang yang menampakkan maksiatnya. Sungguh merupakan kejahatan, seseorang berbuat sesuatu (maksiat) di malam hari, kemudian Alloh menutupi maksiatnya di pagi harinya. Tapi dia sendiri malah mengatakan, 'Wahai fulan, aku telah berbuat ini dan ini semalam'. Malam harinya Rabbnya telah menutupinya, tetapi di pagi harinya ia malah menyingkap apa yang telah ditutupi Alloh." [HR. Bukhari dan Muslim]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam Syarh Riyadush Shalihin, bahwa pamer maksiat ini ada dua macam :
Pertama, dia melakukan maksiat tersebut didepan banyak orang. Sehingga, orang-orang melihat apa yang dia perbuat.
Kedua, dan ini yang disebutkan dalam hadits diatas, seseorang berbuat maksiat tanpa diketahui orang lain. Namun, dia malah memberitahukan aib yang Alloh tutupi tersebut.
Kedua macam pamer maksiat ini sangat berbahaya. Tidak hanya berbahaya bagi dirinya, ini juga berbahaya bagi orang yang mendengarnya. Karena bisa jadi orang yang mendengar akan merasa bahwa maksiat yang dilakukan temannya tersebut biasa saja. Karena itu, dia akan tenang-tenang saja dalam melakukan maksiat tersebut.
Adapun bahaya bagi orang yang bermaksiat adalah karena ini merupakan dosa yang diancam tidak akan diampuni. Selain itu, jika orang yang diberitahu tersebut mengikutinya, dia juga akan mendapatkan dosanya karena termasuk mengajarkan keburukan.
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa mencontohkan didalam Islam ajaran yang jelek, maka dia akan mendapatkan dosanya dan dosa yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa si pelakunya sedikitpun." [HR. Muslim]
Selain itu, menceritakan aib sendiri juga mengandung makna meremehkan siksaan Alloh. Seakan-akan dia bilang, "Nih, gue bisa melanggar larangan Alloh. Gue nggak takut."
Waduh, tidak memiliki rasa takut kepada Alloh adalah kekafiran yang besar loh, sobat. Dan kalau ada yang melakukan maksiat tapi nggak ditimpa musibah, hati-hati !!! Bisa jadi itu adalah istidraj (penundaan hukuman) dari Alloh agar dia melakukan segala macam kemaksiatan hingga puncaknya, suatu saat nanti dia akan diazab dengan siksaan yang sangat berat, baik di dunia maupun di akhirat. Nah loh!
Nah, makanya kalau kamu terjatuh dalam suatu maksiat, jangan diceritakan kepada orang lain kecuali dalam rangka mengambil pelajaran. Apalagi kalau sampai nulis status di Fb,
"Asyik, lagi berduaan sama pacar."
"Cuci mata di mall ah..."
"Clubbing dulu ah..."
atau maksiat-maksiat lainnya.
Wallahu a'lam bish-showwab
sumber : majalah Tashfiyah ed.16/1433/2012
Seorang muslim adalah seseorang yang memiliki kehormatan. Kehormatan muslim sangat besar disisi Alloh. Bahkan kehormatan Ka'bah yang merupakan tempat yang dicintai Alloh, tidak melebihi kehormatan seorang muslim.
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam suatu saat pernah bersabda saat beliau thawaf di seputar Ka'bah,
"Betapa harumnya engkau dan betapa harumnya aromamu. Betapa agungnya engkau dan betapa agungnya kehormatanmu. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, kehormatan seorang mukmin lebih agung di sisi Alloh darimu...." [HR. Ibnu Majah, dikatakan oleh Syaikh Al-Albani "shahih lighairih" didalam Shahihut Targhib]
Makanya, Alloh melarang seorang muslim untuk merusak kehormatan muslim yang lain. Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Setiap muslim atas muslim yang lain haram (untuk merusakkan) hartanya, kehormatannya, dan darahnya. Cukuplah seseorang dikatakan jelek dengan dia merendahkan saudaranya sesama muslim." [HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]
Nah, kalau orang lain saja tidak boleh merusak kehormatannya, apalagi dirinya sendiri. Alloh melarang mereka untuk merusak kehormatan diri mereka sendiri dengan melarang mereka berbuat maksiat dan dosa. Karena, maksiat dan dosa merupakan aib yang akan merusak kehormatannya. Selain melarang mereka berbuat dosa, Alloh juga melarang mereka untuk menyebarkannya jika sudah terjatuh ke dalamnya.
"Setiap umatku diampuni kecuali orang-orang yang menampakkan maksiatnya. Sungguh merupakan kejahatan, seseorang berbuat sesuatu (maksiat) di malam hari, kemudian Alloh menutupi maksiatnya di pagi harinya. Tapi dia sendiri malah mengatakan, 'Wahai fulan, aku telah berbuat ini dan ini semalam'. Malam harinya Rabbnya telah menutupinya, tetapi di pagi harinya ia malah menyingkap apa yang telah ditutupi Alloh." [HR. Bukhari dan Muslim]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam Syarh Riyadush Shalihin, bahwa pamer maksiat ini ada dua macam :
Pertama, dia melakukan maksiat tersebut didepan banyak orang. Sehingga, orang-orang melihat apa yang dia perbuat.
Kedua, dan ini yang disebutkan dalam hadits diatas, seseorang berbuat maksiat tanpa diketahui orang lain. Namun, dia malah memberitahukan aib yang Alloh tutupi tersebut.
Kedua macam pamer maksiat ini sangat berbahaya. Tidak hanya berbahaya bagi dirinya, ini juga berbahaya bagi orang yang mendengarnya. Karena bisa jadi orang yang mendengar akan merasa bahwa maksiat yang dilakukan temannya tersebut biasa saja. Karena itu, dia akan tenang-tenang saja dalam melakukan maksiat tersebut.
Adapun bahaya bagi orang yang bermaksiat adalah karena ini merupakan dosa yang diancam tidak akan diampuni. Selain itu, jika orang yang diberitahu tersebut mengikutinya, dia juga akan mendapatkan dosanya karena termasuk mengajarkan keburukan.
Rasulullah sholallohu 'alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa mencontohkan didalam Islam ajaran yang jelek, maka dia akan mendapatkan dosanya dan dosa yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa si pelakunya sedikitpun." [HR. Muslim]
Selain itu, menceritakan aib sendiri juga mengandung makna meremehkan siksaan Alloh. Seakan-akan dia bilang, "Nih, gue bisa melanggar larangan Alloh. Gue nggak takut."
Waduh, tidak memiliki rasa takut kepada Alloh adalah kekafiran yang besar loh, sobat. Dan kalau ada yang melakukan maksiat tapi nggak ditimpa musibah, hati-hati !!! Bisa jadi itu adalah istidraj (penundaan hukuman) dari Alloh agar dia melakukan segala macam kemaksiatan hingga puncaknya, suatu saat nanti dia akan diazab dengan siksaan yang sangat berat, baik di dunia maupun di akhirat. Nah loh!
Nah, makanya kalau kamu terjatuh dalam suatu maksiat, jangan diceritakan kepada orang lain kecuali dalam rangka mengambil pelajaran. Apalagi kalau sampai nulis status di Fb,
"Asyik, lagi berduaan sama pacar."
"Cuci mata di mall ah..."
"Clubbing dulu ah..."
atau maksiat-maksiat lainnya.
Wallahu a'lam bish-showwab
sumber : majalah Tashfiyah ed.16/1433/2012