Tanya :
Banyak perempuan yang sering keluar ke pasar atau ke swalayan, baik karena suatu kebutuhan maupun tidak, misalnya sekedar jalan-jalan, atau lihat-lihat barang/cuci mata. Terkadang mereka keluar tanpa ditemani oleh laki-laki dari kalangan mahromnya atau suaminya, padahal di pasar banyak godaan. Apa nasihat anda tentang hal ini? Jazakumullohu Khoyron.
Jawab :
Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab,
"Tidaklah disangsikan bahwa tetap tinggalnya wanita dirumahnya adalah lebih baik baginya, sebagaimana dalam hadits,
"Rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka." [HR. Abu Dawud no.576, dinyatakan shahih dalam Shahih Abi Dawud dan al-Misykat no. 1062]
Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bertitah demikian dalam urusan sholat, yakni terhadap para perempuan yang suka sholat berjamaah di masjid beliau bersama beliau sebagai imam. Kata beliau, sholat mereka dirumah mereka justru lebih utama. Lantas bagaimana halnya dengan urusan selain ibadah?
Tidak diragukan bahwa memberikan kebebasan mutlak kepada wanita untuk keluar rumah adalah penyelisihan terhadap perintah syariat kepada mereka. Sebab, syariat menyuruh agar wanita dilindungi. Walinya harus bersemangat menjaganya dari fitnah.
Yang wajib bagi para wali adalah benar-benar menjadi lelaki sejati dengan makna yang sebenarnya, yang dinyatakan oleh Alloh azza wa jalla,
"Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita....," [QS. An-Nisa ; 34]
Sangat disayangkan, telah tampak dari kaum muslimin sikap membebek kepada musuh-musuh Alloh ta'ala dengan menjadikan para wanita sebagai pemegang kepemimpinan sehingga para wanita tampil sebagai pemimpin yang mengatur urusan para lelaki.
Yang aneh lagi, mereka menganggap bahwa dengan begitu mereka adalah orang-orang yang maju lagi ber-peradaban tinggi, padahal hakikatnya alangkah celakanya mereka.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasallam pernah bersabda,
"Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita." [HR. Bukhari no. 4425 dari Abu Bakrah rodhiyallohu 'anhu]
Kita semua juga tahu bahwa para wanita memiliki sebagaimana yang dinyatakan oleh Rosulullah sholallohu 'alaihi wasallam,
"Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (para wanita)." [HR. Bukhari dan Muslim]
Para lelaki seharusnya melaksanakan tugas yang memang Alloh azza wa jalla menjadikan mereka sebagai pelaksananya, yaitu mengurusi perempuan (bukan sebaliknya).
Berseberangan dengan golongan diatas (yang membebaskan wanita sebebas-bebasnya), ada laki-laki yang buruk akhlaknya. Ia menahan istrinya, tidak boleh sama sekali keluar rumah, sampai pun sekedar berkunjung guna menyambung hubungan dengan karib kerabat si istri yang wajib disambung. Seperti, mengunjungi ibu, ayah, saudara laki-laki, pamannya dari pihak ayah dan dari pihak ibu, padahal aman dari godaan apabila ia keluar.
Si laki-laki berkata menekan istrinya,
"Engkau tidak boleh keluar selama-lamanya. Engkau harus ditahan dalam rumah ini."
Dia lantas menyebutkan sabda Rosulullah sholallohu 'alaihi wasallam,
"Para istri adalah tawanan di sisi kalian." [HR. Tirmidzi, Ibnu Majah no. 1851, dinyatakan hasan dalam al-irwa' no. 1997]
Maksudnya, para istri adalah tawanan suaminya.
Dia berkata, 'Berarti engkau adalah tawananku. Engkau tidak boleh keluar. Jangan bergerak kemana-mana, jangan pergi. Tidak boleh ada seorang pun yang mendatangimu. Jangan pula engkau berkunjung kepada saudaramu fillah!'
Sementara itu, agama Islam pertengahan diantara dua golongan di atas (maksudnya, pertengahan di antara yang membiarkan perempuan sebebas-bebasnya dan yang mengekang perempuan hingga mendzalimi dan tidak memberi haknya).
[Majmu' Durus Fatawa al-Haram al-Makki, 3/250-251]
sumber : Majalah Asy-Syariah no.89/1434/2012
Banyak perempuan yang sering keluar ke pasar atau ke swalayan, baik karena suatu kebutuhan maupun tidak, misalnya sekedar jalan-jalan, atau lihat-lihat barang/cuci mata. Terkadang mereka keluar tanpa ditemani oleh laki-laki dari kalangan mahromnya atau suaminya, padahal di pasar banyak godaan. Apa nasihat anda tentang hal ini? Jazakumullohu Khoyron.
Jawab :
Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab,
"Tidaklah disangsikan bahwa tetap tinggalnya wanita dirumahnya adalah lebih baik baginya, sebagaimana dalam hadits,
"Rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka." [HR. Abu Dawud no.576, dinyatakan shahih dalam Shahih Abi Dawud dan al-Misykat no. 1062]
Nabi sholallohu 'alaihi wasallam bertitah demikian dalam urusan sholat, yakni terhadap para perempuan yang suka sholat berjamaah di masjid beliau bersama beliau sebagai imam. Kata beliau, sholat mereka dirumah mereka justru lebih utama. Lantas bagaimana halnya dengan urusan selain ibadah?
Tidak diragukan bahwa memberikan kebebasan mutlak kepada wanita untuk keluar rumah adalah penyelisihan terhadap perintah syariat kepada mereka. Sebab, syariat menyuruh agar wanita dilindungi. Walinya harus bersemangat menjaganya dari fitnah.
Yang wajib bagi para wali adalah benar-benar menjadi lelaki sejati dengan makna yang sebenarnya, yang dinyatakan oleh Alloh azza wa jalla,
"Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita....," [QS. An-Nisa ; 34]
Sangat disayangkan, telah tampak dari kaum muslimin sikap membebek kepada musuh-musuh Alloh ta'ala dengan menjadikan para wanita sebagai pemegang kepemimpinan sehingga para wanita tampil sebagai pemimpin yang mengatur urusan para lelaki.
Yang aneh lagi, mereka menganggap bahwa dengan begitu mereka adalah orang-orang yang maju lagi ber-peradaban tinggi, padahal hakikatnya alangkah celakanya mereka.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasallam pernah bersabda,
"Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita." [HR. Bukhari no. 4425 dari Abu Bakrah rodhiyallohu 'anhu]
Kita semua juga tahu bahwa para wanita memiliki sebagaimana yang dinyatakan oleh Rosulullah sholallohu 'alaihi wasallam,
"Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (para wanita)." [HR. Bukhari dan Muslim]
Para lelaki seharusnya melaksanakan tugas yang memang Alloh azza wa jalla menjadikan mereka sebagai pelaksananya, yaitu mengurusi perempuan (bukan sebaliknya).
Berseberangan dengan golongan diatas (yang membebaskan wanita sebebas-bebasnya), ada laki-laki yang buruk akhlaknya. Ia menahan istrinya, tidak boleh sama sekali keluar rumah, sampai pun sekedar berkunjung guna menyambung hubungan dengan karib kerabat si istri yang wajib disambung. Seperti, mengunjungi ibu, ayah, saudara laki-laki, pamannya dari pihak ayah dan dari pihak ibu, padahal aman dari godaan apabila ia keluar.
Si laki-laki berkata menekan istrinya,
"Engkau tidak boleh keluar selama-lamanya. Engkau harus ditahan dalam rumah ini."
Dia lantas menyebutkan sabda Rosulullah sholallohu 'alaihi wasallam,
"Para istri adalah tawanan di sisi kalian." [HR. Tirmidzi, Ibnu Majah no. 1851, dinyatakan hasan dalam al-irwa' no. 1997]
Maksudnya, para istri adalah tawanan suaminya.
Dia berkata, 'Berarti engkau adalah tawananku. Engkau tidak boleh keluar. Jangan bergerak kemana-mana, jangan pergi. Tidak boleh ada seorang pun yang mendatangimu. Jangan pula engkau berkunjung kepada saudaramu fillah!'
Sementara itu, agama Islam pertengahan diantara dua golongan di atas (maksudnya, pertengahan di antara yang membiarkan perempuan sebebas-bebasnya dan yang mengekang perempuan hingga mendzalimi dan tidak memberi haknya).
[Majmu' Durus Fatawa al-Haram al-Makki, 3/250-251]
sumber : Majalah Asy-Syariah no.89/1434/2012