Pertama, dari terbitnya fajar yang kedua sampai terbitnya matahari; berdasar sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam,
"Apabila fajar terbit, maka tidak ada shalat kecuali dua rakaat fajar." [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya]
Apabila fajar telah terbit, maka tidak boleh mengerjakan shalat sunnah selain shalat sunnah rawatib fajar.
Kedua, dari terbitnya matahari hingga tinggi seukuran satu tombak menurut pandangan mata.
Ketiga, pada waktu tegaknya matahari di tengah-tengah langit hingga tergelincir. Tegaknya matahari diketahui dengan tegaknya bayangan, tidak bertambah dan tidak berkurang, hingga tergelincir ke arah barat; berdasar perkataan 'Uqbah bin 'Amir:
"Ada tiga waktu yang Rasulullah melarang kami untuk mengerjakan shalat padanya dan menguburkan orang-orang yang mati di kalangan kami; ketika matahari terbit hingga meninggi, ketika bayangan berdiri tegak hingga tergelincirnya matahari dan ketika matahari condong untuk terbenam hingga terbenam." [HR. Muslim]
Keempat, dari shalat 'Ashar hingga tenggelamnya matahari; berdasar sabda beliau shalallahu 'alaihi wasallam,
"Tidak ada shalat setelah fajar hingga matahari terbit, dan tidak ada shalat setelah 'Ashar hingga matahari tenggelam." [Muttafaq'alaih]
Kelima, apabila matahari mulai terbenam hingga tenggelam.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya boleh untuk mengganti shalat-shalat fardhu yang terluput pada waktu-waktu ini karena keumuman sabda beliau:
"Barangsiapa tidur sebelum shalat atau lupa tidak mengerjakan shalat, maka kerjakanlah shalat tersebut apabila mengingatnya." [Muttafaq'alaih]
Dan boleh juga untuk mengerjakan dua raka'at Thawaf pada waktu-waktu ini berdasar sabda beliau:
"Janganlah kalian melarang seorangpun mengerjakan thawaf dan shalat di rumah ini pada saat apapun dia kehendaki baik malam maupun siang." [HR. Tirmidzi; shahih]
Ini merupakan izin dari beliau untuk mengerjakan shalat tersebut pada seluruh waktu-waktu larangan. Karena thawaf diperbolehkan setiap waktu, demikian pula dua raka'at (sunnah)nya.
Dan boleh juga menurut pendapat yang benar dari dua pendapat para ulama untuk mengerjakan shalat-shalat yang mempunyai sebab pada waktu-waktu ini, seperti shalat jenazah, shalat tahiyyatul masjid dan shalat gerhana; berdasarkan dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut. Dalil-dalil itu mengkhususkan keumuman larangan mengerjakan shalat pada waktu-waktu ini. Maka keumuman tersebut dibawa pada shalat yang tidak ada sebabnya.
sumber bacaan: Al-Mulakhkhash al-Fiqhi karya Syaikh Shalih al-Fauzan
"Apabila fajar terbit, maka tidak ada shalat kecuali dua rakaat fajar." [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya]
Apabila fajar telah terbit, maka tidak boleh mengerjakan shalat sunnah selain shalat sunnah rawatib fajar.
Kedua, dari terbitnya matahari hingga tinggi seukuran satu tombak menurut pandangan mata.
Ketiga, pada waktu tegaknya matahari di tengah-tengah langit hingga tergelincir. Tegaknya matahari diketahui dengan tegaknya bayangan, tidak bertambah dan tidak berkurang, hingga tergelincir ke arah barat; berdasar perkataan 'Uqbah bin 'Amir:
"Ada tiga waktu yang Rasulullah melarang kami untuk mengerjakan shalat padanya dan menguburkan orang-orang yang mati di kalangan kami; ketika matahari terbit hingga meninggi, ketika bayangan berdiri tegak hingga tergelincirnya matahari dan ketika matahari condong untuk terbenam hingga terbenam." [HR. Muslim]
Keempat, dari shalat 'Ashar hingga tenggelamnya matahari; berdasar sabda beliau shalallahu 'alaihi wasallam,
"Tidak ada shalat setelah fajar hingga matahari terbit, dan tidak ada shalat setelah 'Ashar hingga matahari tenggelam." [Muttafaq'alaih]
Kelima, apabila matahari mulai terbenam hingga tenggelam.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya boleh untuk mengganti shalat-shalat fardhu yang terluput pada waktu-waktu ini karena keumuman sabda beliau:
"Barangsiapa tidur sebelum shalat atau lupa tidak mengerjakan shalat, maka kerjakanlah shalat tersebut apabila mengingatnya." [Muttafaq'alaih]
Dan boleh juga untuk mengerjakan dua raka'at Thawaf pada waktu-waktu ini berdasar sabda beliau:
"Janganlah kalian melarang seorangpun mengerjakan thawaf dan shalat di rumah ini pada saat apapun dia kehendaki baik malam maupun siang." [HR. Tirmidzi; shahih]
Ini merupakan izin dari beliau untuk mengerjakan shalat tersebut pada seluruh waktu-waktu larangan. Karena thawaf diperbolehkan setiap waktu, demikian pula dua raka'at (sunnah)nya.
Dan boleh juga menurut pendapat yang benar dari dua pendapat para ulama untuk mengerjakan shalat-shalat yang mempunyai sebab pada waktu-waktu ini, seperti shalat jenazah, shalat tahiyyatul masjid dan shalat gerhana; berdasarkan dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut. Dalil-dalil itu mengkhususkan keumuman larangan mengerjakan shalat pada waktu-waktu ini. Maka keumuman tersebut dibawa pada shalat yang tidak ada sebabnya.
sumber bacaan: Al-Mulakhkhash al-Fiqhi karya Syaikh Shalih al-Fauzan